PP Muhammadiyah Tolak Tawaran Nadiem Gabung POP

Logo Muhammadiyah, Sumber: Ist


Schoolmedia News, Jakarta - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menegaskan pihaknya tetap menolak untuk masuk ke Program Organisasi Penggerak (POP) meski Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengajak bergabung.

"Kami tetap menolak ikut POP Kemendikbud," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti di Jakarta, Senin, 3 Agustus 2020, seperti dilansir dari laman RRI

 

Baca juga: Banyak Siswa Merana, DPR RI: Kemdikbud Jangan Lepas Tangan

 

Sebelumnya diketahui, Mendikbud Nadiem Makarim sempat mendatangi kantor PP Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat. Nadiem ditemani oleh staf khusus, Saudara Haekal.

Pertemuan tersebut berlangsung sekitar sejam dan membicarakan berbagai kebijakan Kemendikbud, khususnya POP. Mantan bos GoJek ini menyampaikan permintaan maaf terkait pro dan kontra yang ditimbulkan kebijakan tersebut. 

"Muhammadiyah tetap mengapresiasi silaturahmi Mendikbud ke PP Muhammadiyah serta keputusan mengevaluasi program POP," ujar Abdul Mu'ti.

 

Baca juga: DPRD: Banyak Rumah Anak Didik Bengkulu Tak Berinternet

 

Sebelumnya, Komisi X DPR RI mempertanyakan Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation masuk ke dalam daftar penerima hibah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dua lembaga nonprofit disebut mendapat hibah program Organisasi Penggerak maksimal sebesar Rp 20 miliar per tahun.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengaku heran dua lembaga besar tersebut mendapatkan dana hibah Kemendikbud. Dua lembaga itu padahal masuk dalam kategori tanggung jawab sosial perusahaan atau dikenal dengan corporate social responsibility (CSR).

 

Baca juga: Benahi PPDB Zonasi, KPK: Ada Beberapa Penyimpangan

 

Menurutnya, para perusahaan swasta sewajarnya menyisihkan dana perusahaan untuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dipakai dalam memberdayakan masyarakat. Bukan justru menerima dana tersebut dari pemerintah.

"Lah, ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri," kata Syaiful di Jakarta, Selasa (21/7).

Komentar

250 Karakter tersisa