Foto: Unsplash
Schoolmedia News, Jakarta – Akhir-akhir ini, banyak beredar mengenai suatu perilaku yang disebut dengan toxic positivity. Dilansir dari Health, Selasa (1/9/2020) toxic positivity dapat dideskripsikan sebagai dukungan positif yang tidak tulus, yang dapat memicu rasa bahaya, kesalahpahaman, bahkan penderitaan. Para ahli berpendapat bahwa toxic positivity adalah konsep ketika seseorang harus fokus pada perasaan positif dan aspek positif dalam hidup.
Ini merupakan keyakinan kalau dengan mengabaikan emosi negatif dan aspek hidup lainnya yang kurang baik, dapat membuat seseorang merasa bahagia. Toxic positivity adalah generalisasi yang berlebihan dan tidak efektif dari keadaan bahagia, optimis di semua situasi. Toxic positivity menghasilkan penyangkalan, minimisasi, dan invalidasi pengalaman emosional manusia yang otentik.
Seseorang, bahkan kamu sendiri, dapat memberikan kalimat yang mengandung toxic positivity kepada orang lain yang sedang berduka. Sudah menjadi respon otomatis untuk memberikan kalimat penyemangat seperti, "Sabar, semua akan baik-baik saja!", "Tetap positif, kamu bisa saja mengalami yang lebih buruk dari pada ini", "Jangan bersedih!" Namun ternyata, kalimat-kalimat tersebut justru dapat melukai perasaan, bahkan kesehatan jiwa seseorang yang tengah merasa sedih.
Baca juga: 5 Tips Belajar Online Supaya Lebih Efektif Saat Pandemi
Kalimat tersebut seakan memaksa seseorang untuk berusaha bahagia, padahal ia tengah dirundung kesedihan. Toxic positivity mendelegitimasi keresahan seseorang, dan itu dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan mentalnya. Sebab, orang tersebut tidak dapat mengatasi perasaannya yang sebenarnya, dan ini bukan cara terbaik untuk sembuh serta bangkit dari kesedihan yang ia rasakan.
Lalu bagaimana agar kita terhindar dari toxic positivity diri sendiri maupun orang lain? Berikut cara menghindari toxic positivity yang Schoolmedia News lansir dari Huffington Post, Selasa (1/9/2020).
1. Mengakui kesedihan yang dirasakan seseorang
Daripada 'memaksa' seseorang untuk mengabaikan rasa sedihnya, lebih baik untuk ikut mengakui emosi yang sedang ia rasakan. Kalimat sederhana seperti, "Sakit rasanya ketika dikhianati seseorang....", "Nggak apa-apa menangis, aku pun akan menangis ketika ditinggalkan oleh orang yang aku cintai...." . Mendengar ungkapan seperti ini, membantu orang tersebut untuk lebih mudah menghadapi permasalahan dan emosi yang ia rasakan. Karena ia merasa hal itu normal.
2. Menanyakan yang ia butuhkan
Setelah mengakui perasaannya, tanyakan padanya hal-hal yang ia butuhkan. Dengan cara ini, kamu dapat memberinya dukungan yang tepat agar ia mampu melewati masa-masa sulitnya dengan baik. Selain itu, usahakan untuk selalu mendampinginya sehingga ia tidak merasa diabaikan maupun ditinggalkan sendiri dalam kesedihannya.
Baca juga: 4 Minyak Goreng yang Baik untuk Kesehatan Menurut Para Ahli
3. Izinkan dirimu sendiri untuk memiliki emosi positif dan negatif
Ingatkan dirimu sendiri kalau kamu dapat memiliki berbagai macam perspektif terhadap situasi yang buruk. Bersikap realistis terhadap hal yang menimpamu. Akui perasaan positif dan negatif yang ada dalam diri. Berlatih bersyukur atas hal-hal yang kamu miliki, tapi juga jujur dan ungkapkan hal-hal yang membuatmu kecewa.
4. Mengelola rasa cemas dalam diri
Ada banyak cara untuk menilai dan mengelola rasa cemas yang muncul dalam diri. Salah satunya adalah dengan menuliskan perasaanmu ke dalam jurnal harian saat sebelum tidur atau kapan pun kamu merasa membutuhkannya. Sebab, otak akan melabeli kecemasan dan ketakutanmu sebagai suatu hal yang penting dan akan memprioritaskan ingatan tentang momen itu. Jadi dengan menuliskannya, kamu melepaskan ingatan negatif tersebut.
5. Menerima dan menyeimbangkan konflik dalam hati
Ketika sulit menerima dan menyeimbangkan konflik perasaan, ahli terapis mengatakan untuk berlatih kalimat "ya dan...." Misalnya, "Aku sangat bersyukur karena masih memiliki rumah untuk tinggal dan aku kecewa dengan pekerjaan yang memberikanku penghasilan untuk hidup", atau "Aku takut dengan masa depan dan aku merasa senang dengan harapan beberapa hal berubah menjadi lebih baik". Dengan membuat kalimat seperti ini, kamu dapat mengurangi tekanan di antara emosi positif dan negatif, serta memberikan ruang untuk semua perasaan dalam hati.
6. Meluangkan waktu untuk merawat diri sendiri
Jika sudah bisa lepas dari toxic positivity, psikoterapis menyarankan agar kamu berusaha untuk merawat diri sendiri. Kamu sudah melewati banyak hal, maka tidak ada salahnya untuk memanjakan dirimu sendiri. Merawat diri artinya kamu menjaga kebersihan dan kesehatan dirimu sendiri, mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, hingga membuka diri untuk berbagi keluh kesahmu dengan orang-orang yang kamu cintai. Selain itu, mungkin kamu akan mengembangkan kebiasaan menemukan hikmah atau pelajaran di balik kesulitan yang kamu alami.
250 Karakter tersisa