Baru 31.801 Satuan PAUD Telah Bentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

 

Schoolmedia News Jakarta --- Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan telah dibentuk di 104.870 TPPK. Dengan rincian 31.801 TPPK pada jenjang PAUD, 46.203 TPPK untuk jenjang SD, 14.431 TPPK untuk jenjang SMP, 6.284 untuk jenjang SMA, 4.626 TPPK untuk jenjang SMK, 541 TPPK untuk jenjang SLB, dan 984 untuk jenjang pendidikan kesetaraan.

Mekanisme yang berlaku di Kemendikbudristek dalam menangani kekerasan dan pemulihan bagi korban oleh TPPK atau Satuan Tugas (Satgas) merujuk pada Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) khususnya pasal 39-69.

Pertama, laporan dapat disampaikan melalui surat tertulis, telepon, pesan singkat elektronik, dan bentuk pelaporan lain yang memudahkan pelapor. Selanjutnya, laporan kekerasan yang diterima akan ditangani oleh TPPK atau Satuan Tugas dan memastikan pemulihan melalui alur pemeriksaan, mulai dari pemanggilan hingga pengumpulan bukti dan keterangan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, serta tindak lanjut laporan dan rekomendasi dari pihak yang berwenang.

Adapun untuk penyusunan kesimpulan dan rekomendasi meliputi 1) sanksi administratif kepada pelaku, 2) pemulihan korban, dan 3) tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan. Tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi diserahkan oleh TPPK atau Satgas kepada pejabat yang berwenang untuk menerbitkan keputusan. Pemberian sanksi administratif yang diberikan dari peraturan ini, tidak mengenyampingkan peraturan lain. Sedangkan terkait pemulihan, perlu dilakukan sejak laporan diterima dan layanan pemulihan difasilitasi oleh pemda .

Berikut catatan upaya penanganan kekerasan yang dilakukan oleh Itjen Kemendikbudristek sepanjang tahun 2021-2023. Untuk penanganan kekerasan seksual terdapat 50 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 22 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 28 kasus. Kemudian, untuk kasus penanganan perundungan terdapat 52 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 32 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 20 kasus.

Irjen Chatarina menjelaskan bahwa total terdapat terdapat 127 kasus (7 kasus di tahun 2021, 68 kasus di tahun 2022, dan 52 kasus di 2023) yang ditangani, dengan isu terbanyak adalah perundungan dan lokus terbanyak di Sekolah Menengah. Kemudian, untuk penanganan intoleransi sebanyak 25 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 14 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 11 kasus.

Satuan pendidikan diharapkan segera membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan untuk memastikan adanya respon cepat penanganan kekerasan ketika terjadinya kekerasan di satuan pendidikan. Permendikbudristek PPKSP hadir untuk memperkuat upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Seperti

1) Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan menjadi fokus pencegahan dan penanganan kekerasan,

2) Adanya definisi yang jelas dan bentuk-bentuk detail kekerasan (tiga dosa besar) yang mungkin terjadi,

3) Pembentukan tim penanganan kekerasan di satuan pendidikan dan pemerintah daerah diatur lebih rinci,

4) Mekanisme pencegahan yang terstruktur dan peran masing-masing aktor terdefinisikan dengan jelas, serta

5) Pembagian wewenang dan alur koordinasi dalam menangani kasus-kasus kekerasan lebih jelas antara satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek

Permendikbudristek Nomor 46/2023 mengatur mekanisme pencegahan agar satuan pendidikan dan pemerintah daerah mengambil andil untuk memastikan warga satuan pendidikan aman dari berbagai jenis kekerasan. Aturan tersebut turut menjadi payung hukum atas kolaborasi lintas kementerian yang melibatkan Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dan Kementerian Sosial (Kemensos). Termasuk dengan tiga lembaga, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Komisi Nasional Disabilitas.

Merujuk pada Permendikbudristek PPKSP pasal 14-23, diperlukan kolaborasi antara satuan pendidikan dan pemerintah daerah dalam rangka memberantas kekerasan. Terkait penguatan tata kelola, satuan pendidikan perlu membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dengan kurun waktu 6 bulan sejak peraturan diterbitkan untuk jenjang SD, SMP, SMA/K dan 1 tahun untuk satuan PAUD dan satuan pendidikan nonformal. Sementara pemerintah daerah harus membentuk satuan tugas (satgas) dengan kurun waktu 6 bulan sejak peraturan diterbitkan, yaitu paling lambat pada tanggal 3 Februari 2024 .

Selanjutnya, dalam peningkatan edukasi, pemda juga perlu melatih TPPK dan satgas. Kemudian, berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana, satuan pendidikan dan pemda bertanggung jawab untuk memastikan tersedianya sarana dan prasarana yang aman dan ramah disabilitas serta menyediakan kanal aduan.

Berikut adalah strategi penanganan kekerasan oleh Itjen Kemendikbudristek yaitu

1) Mendorong dan memastikan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) Satuan Pendidikan/Satgas PPK di Disdik Kab/Kota dan Provinsi untuk menindaklanjuti aduan/informasi kasus yang masuk melalui Kanal aduan Itjen;

2) Menindaklanjuti aduan/informasi yang masuk ke Itjen Kemendikbudristek dengan melakukan pemantauan, fact finding, dan FGD;

3) Pemanfaatan berbagai kanal pengaduan: https://kemdikbud.lapor.go.id/, https://wbs.kemdikbud.go.id/, https://posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id/; serta 4) Melakukan sinergi bersama dengan K/L lain dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dalam memberikan pendampingan penanganan laporan kekerasan.

Selain itu, Chatarina juga menyebut bahwa Kemendikbudristek melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) gencar melakukan berbagai program Pencegahan Perundungan. Sejak tahun 2021 dilakukan Program Pencegahan Perundungan di Satuan Pendidikan (Program Roots Indonesia) berkolaborasi dengan UNICEF berupa

1) Bimbingan Teknis Pencegahan Perundungan di Satuan Pendidikan (Program Roots Indonesia) telah melatih sekitar 20.140 Fasilitator Guru dari 10.718 sekolah pada jenjang SMP, SMA, dan SMK;

2) Membentuk sekitar 71.829 siswa agen perubahan yang tersebar di 489 Kabupaten/Kota dan 38 Provinsi.

3) Kampanye dan Sosialisasi Anti-Perundungan seperti Ruang BK (Bincang Karakter).

4) Memperingati Hari Anak Nasional 23 Juli 2023 dengan tema tolak perundungan di satuan pendidikan,

5) Kampanye Anti Perundungan berupa Pantun bersama Agen Perubahan

6) Membuat webinar Kesehatan Mental, berbagai kegiatan kampanye anti-perundungan bekerja sama dengan UNICEF.

7) Melakukan kolaborasi dengan UPT Kemendikbudristek, Dinas Pendidikan, dan Komunitas untuk sosialisasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang PPKSP dengan peserta Dinas Pendidikan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didik.

"Kemudian akan mengadakan program pengembangan seperti Program Roots Mandiri melalui Portal Merdeka Mengajar, Pembelajaran Mandiri, serta pemanfaatan platform pembelajaran Program Pencegahan Perundungan (Roots) di laman Puspeka: https://belajarbersama-cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/ yang sampai Juli 2023 telah melayani 76.224 pengguna," ujarnya.

Satuan pendidikan membentuk TPPK dengan tugas dan fungsi untuk pencegahan dan penanganan, dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut: 

  1. Menyampaikan usulan atau rekomendasi program pencegahan kekerasan kepada kepala satuan pendidikan.;
  2. Memberikan masukan atau saran kepada kepala satuan pendidikan mengenai fasilitas yang aman dan nyaman di satuan pendidikan.
  3. Melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program terkait pencegahan dan penanganan kekerasan bersama dengan satuan pendidikan;
  4. Menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan;
  5. Melakukan penanganan terhadap temuan adanya dugaan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;
  6. Menyampaikan pemberitahuan kepada orang tuawali dari peserta didik yang terlibat kekerasan;
  7. Memeriksa laporan dugaan kekerasan;
  8. Memberikan rekomendasi sanksi kepada kepala satuan pendidikan berdasarkan hasil pemeriksaan;
  9. Mendampingi korban dan atau pelapor kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;
  10. Memfasilitasi pendampingan oleh ahli atau layanan lainnya yang dibutuhkan korban, pelapor, dan atau saksi;
  11. Memberikan rujukan bagi korban ke layanan sesuai dengan kebutuhan korban kekerasan;
  12. Memberikan rekomendasi pendidikan anak dalam hal peserta didik yang terlibat kekerasan merupakan anak yang berhadapan dengan hukum; dan
  13. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas pendidikan melalui kepala satuan pendidikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

TPPK juga memiliki kewenangan untuk:

  1. Memanggil dan meminta keterangan pelapor korban saksi terlapor orang tua atau wali pendamping dan atau ahli.
  2. Berkoordinasi dengan satuan pendidikan lain yang melibatkan korban saksi pelapor dan atau terlapor dari satuan pendidikan yang bersangkutan jika kekerasan yang terjadi melibatkan satuan pendidikan lain dan
  3. Berkoordinasi dengan pihak lain untuk pemulihan dan identifikasi dampak kekerasan seperti psikolog tenaga medis tenaga kesehatan pekerja sosial rohaniawan dan atau profesi lainnya sesuai kebutuhan.

Anggota TPPK dibentuk dengan jumlah ganjil atau paling sedikit tiga orang dengan perwakilan dari pendidik dan komite sekolah atau perwakilan orang tua atau wali. Jika diperlukan perwakilan tenaga kependidikan juga dapat menjadi anggota TPPK sebagai tenaga administrasi. Namun bagi satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang tidak dapat membentuk TPPK karena sumber daya manusianya tidak mencukupi tugas dan wewenang TPPK dilaksanakan oleh beberapa satuan PAUD yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan. Sehingga pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai TPPK akan bertanggungjawab kepada kepala Dinas Pendidikan.

Sedangkan untuk satuan pendidikan nonformal seperti pendidikan kesetaraan yang tidak memiliki komite sekolah maka TPPK cukup beranggotakan dari unsur pendidik.

Syarat pembentukan TPPK dan Satuan Tugas

Persyaratan untuk bergabung menjadi anggota TPPK maupun satgas antara lain: 

  1. tidak pernah terbukti melakukan kekerasan 
  2. tidak pernah terbukti dijatuhi hukuman pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau 
  3. tidak pernah dan atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin pegawai tingkat sedang maupun berat

Baik anggota TPPK maupun satgas akan berakhir masa keanggotaannya apabila: 

  1. masa tugas anggota TPPK atau satgas berakhir yaitu dua tahun bagi TPPK dan empat tahun bagi satgas 
  2. meninggal dunia 
  3. mengundurkan diri 
  4. tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya  
  5. terbukti melakukan kekerasan berdasarkan pemeriksaan kasus kekerasan yang dilakukan Satuan Tugas  
  6. menjadi tersangka tindak pidana kecuali tindak pidana ringan 
  7. berhalangan tetap yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugas 
  8. pindah tugas atau mutasi

Penulis Eko 

Komentar

250 Karakter tersisa