Hari Gizi Nasional ke-64 Tahun 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengusung tema "MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting" dengan slogan "MP-ASI Berkualitas untuk Generasi Emas".
Seperti dilansir situs resmi Dinas Kesehatan (Dinkes) Jogja, pemilihan tema tersebut relevan dengan kondisi gizi di Indonesia saat ini, yaitu stunting yang masih menjadi masalah serius di Indonesia. Perlu diperhatikan bahwa pada pemberian MP-ASI, bayi tetap terus diberikan ASI. Saat mulai pemberian MP-ASI dianjurkan sedini mungkin memberikan protein hewani dalam jumlah yang cukup. Protein hewani mengandung asam amino esensial lebih lengkap bagi tubuh daripada sumber protein nabati. Semakin tinggi dan baik kualitas protein yang dikonsumsi maka semakin tinggi juga kadar insulin sebagai mediator pembentukan matriks tulang.
Apabila anak mengonsumsi protein hewani lebih banyak akan cenderung memiliki potensi pertumbuhan lebih baik dibanding tidak mengonsumsi makanan sumber protein hewani. Sumber protein hewani dapat diperoleh dari daging sapi, daging ayam, hati sapi, berbagai jenis ikan, telur, dan susu.
Melalui peringatan Hari Gizi Nasional ke-64 ini, harapan ke depannya adalah agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya menerapkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) kaya protein hewani yang optimal untuk mencegah stunting dan menciptakan generasi emas Indonesia.
situs resmi Sehat Negeriku Kemenkes, bermula pada tahun 1950, Menteri Kesehatan Indonesia dr. J Leimena mengangkat Prof. Poorwo Soedarmo, yang kini kita kenal sebagai "Bapak Gizi Indonesia", sebagai kepala LMR. Saat itu, LMR lebih dikenal sebagai "Instituut Voor Volksvoeding (IVV)" yang merupakan bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan, sekarang dikenal sebagai Lembaga Eijkman.
Sejak bedirinya Sekolah Djuru Penerang Makanan oleh LMR tersebut dimulailah pengkaderan tenaga gizi Indonesia. Dan sejak saat itu pendidikan tenaga gizi terus berkembang pesat di banyak perguruan tinggi di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1960, tanggal 25 Januari disepakati untuk ditetapkan sebagai peringatan Hari Gizi Nasional di Indonesia atau yang disebut juga sebagai Hari Gizi dan Makanan Nasional. Hari Gizi dan Makanan Nasional atau Hari Gizi Nasional pertama kali diperingati oleh LMR pada pertengahan tahun 1960-an. Kemudian peringatan Hari Gizi Nasional setiap tanggal 25 Januari dilanjutkan oleh Direktorat Gizi Masyarakat sejak tahun 1970-an. Hingga kini peringatan Hari Gizi Nasional setiap tanggal 25 Januari menjadi agenda resmi tahunan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Bertepatan di Hari Gizi Nasional ke-64 pada 25 Januari 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023. Pada hasil survei tersebut, kita tidak hanya bisa mendapatkan data perkembangan angka stunting di indonesia setiap tahunnya, namun kita juga akan disuguhkan rincian angka stunting pada setiap provinsi yang ada di indonesia.
Pada data tersebut, dapat diketahui bahwa dari tahun 2021 hingga 2022, Indonesia mengalami penurunan angka stunting sebanyak 2,8%. Capaian tersebut sesuai dengan target yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu sekitar 2,7% setiap tahunnya. Sehingga dengan demikian upaya menurunkan stunting sebanyak 14% pada tahun 2024, diharapkan bisa tercapai sesuai dengan target RPJMN yang telah dicanangkan.
Penurunan prevalensi stunting dipengaruhi oleh 4 masalah gizi, yakni weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Setelah 4 masalah gizi tersebut teratasi, penurunan prevalensi stunting akan terjadi.
“Kalau mau menurunkan stunting maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya yaitu weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Kalau kasus keempat masalah gizi tersebut tidak turun, maka stunting akan susah turunnya,” kata Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Maria Endang Sumiwi, MPH.
Pencegahan stunting yang lebih tepat harus dimulai dari hulu yaitu sejak masa kehamilan sampai anak umur 2 tahun atau 1000 hari pertama kehidupan. Pada periode setelah lahir yang harus diutamakan adalah pemantauan pertumbuhan yang dilakukan setiap bulan secara rutin. Dengan demikian dapat diketahui sejak dini apabila anak mengalami gangguan pertumbuhan.
Dikatakan Dirjen Endang, gangguan pertumbuhan dimulai dengan terjadinya weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar.
“Anak-anak yang weight faltering apabila dibiarkan maka bisa menjadi underweight dan berlanjut menjadi wasting. Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi stunting,” ungkapnya.
Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik stunting yang difokuskan pada masa sebelum kelahiran dan anak usia 6-23 bulan. Adapun bentuk intervensi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting sebesar 2,8 % dibandingkan dengan 2021.
“Angka stunting tahun 2022 turun dari 24,4 % [tahun 2021] menjadi 21,6 %. Jadi turun sebesar 2,8 %.” Ungkap Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira pada kesempatan yang sama
Untuk dapat mencapai target 14 % di tahun 2024 diperlukan penurunan secara rata rata 3,8 % per tahun, lanjut Liza.
Pelaksanaan SSGI dilaksanakan melibatkan berbagai stakeholder, mulai dari Setwapres, Bappenas, BPS, Kemendagri, Poltekkes Dinkes Provinsi dan Kabupaten Kota, serta para pakar dari berbagai universitas.
Selain stunting, dalam SSGI juga mengukur tiga status gizi lainnya, yakni balita wasting (penurunan berat badan), underweight (berat badan kurang), dan overweight (berat badan berlebih).
Meski angka stunting menurun, angka balita wasting dan underweight mengalami peningkatan. Yakni angka wasting naik 0.6 % dari 7,1 % pada 2021 menjadi 7,7 % pada 2022
Sementara underweight naik 0,1 % dari 17,0 pada 2021 dan 17,1 % pada 2022. Underweight adalah kondisi saat berat badan anak berada di bawah rentang rata-rata atau normal.
Kemudian pada kasus balita overweight terjadi penurunan 0,3 % dari 3,8 % tahun 2021 menjadi 3,5 % pada 2022.
Terkait angka stunting, jika dilihat lagi berdasarkan kelompok umur, ada dua kelompok umur yang sangat signifikan dan penting untuk dilakukan intervensi. Pertama saat kondisi sebelum kelahiran sebesar 18,5 % di tahun 2022. Kelompok kedua pada usia 6-11 bulan meningkat tajam 1,6 kali menjadi 22,4% di kelompok usia 12-23 bulan.
“Di titik pertama (sebelum kelahiran) penting untuk intervensi di masa kehamilan. Dan intervensi kedua saat bayi mendapatkan MP-ASI setelah masa ASI eksklusif” jelas Liza
Pemerintah melakukan pemberian makanan tambahan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Pemerintah akan beralih dari pemberian makanan tambahan dengan biskuit menjadi pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal.
“Jadi kita sudah mulai tahun 2022 di 16 kabupaten/kota, karena kami mau lihat pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal bisa dilakukan tidak,” ucap Dirjen Endang.
Pemberian makanan tambahan dengan pangan lokal ini disajikan siap santap oleh Posyandu dan dimasak oleh kader dengan menu khusus yang memenuhi kebutuhan gizinya baik protein maupun kebutuhan gizi yang lain.
16 kabupaten/kota percontohan itu berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Selatan. Sisanya mulai tahun 2023 diperluas ke 389 kabupaten/kota.
Selain pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal, hal yang paling penting adalah pemberian edukasi kepada ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak. Hal tersebut bertujuan untuk mengejar penurunan angka stunting hingga 14% di tahun 2024.
Sejumlah faktor yang mempengaruhi adanya penurunan stunting antara lain inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian protein hewani dan konseling gizi.
Ada peningkatan proporsi pada tahun 2022 yaitu inisiasi menyusui dini menjadi 60,1% dari yang sebelumnya 47,2% tahun 2021. Anak yang diberi ASI jadi 96,4% tahun 2022 dari yang sebelumnya ASI eksklusif 6 bulan terjadi penurunan dari 48,2 % pada 2021 menjadi 16,7 % pada 2022
Pemberian sumber protein hewani menjadi 69,9% tahun 2022 dari yang sebelumnya 35,5% tahun 2021, dan konseling gizi 32% tahun 2022 dari sebelumnya 21,5% tahun 2021.
Pemerintah memiliki 11 intervensi spesifik stunting yang difokuskan pada masa sebelum kelahiran dan anak usia 6 sampai 23 bulan.
“Pencegahan stunting jauh lebih efektif dibandingkan pengobatan stunting,” ucap Dirjen Endang.
250 Karakter tersisa