Pengguna Internet 200 Juta, Pakar Siber: Indonesia Menjadi Target Peretas Dunia

ILustrasi peretas, Foto: Pixabay

 

Schoolmedia News, Semarang - Pakar keamanan siber dari CISSReC Pratama Persadha menyebut pengguna internet di Tanah Air pada tahun 2020 hampir menembus 200 juta orang. Angka ini membuat peretas atau hackers dunia menjadikan Indonesia targetnya.

"Selalu ada akibat positif maupun negatif dari teknologi di ruang siber," kata Pratama Persadha dalam Seminar Nasional Cyber Crime: Dinamika Keamanan Siber Dunia; Tantangan dan Peluang Indonesia di Universitas Muhammadiyah (Unimus) Semarang, Kamis, 27 Februari 2020.

Terkait dengan dampak negatif, kata Pratama yang juga dosen Sekolah Tinggi Inteligen Negara (STIN), yakni mulai dari masalah keamanan siber sampai pada ketergantungan warganet pada aplikasi asing. Semua masalah ini akhirnya bermuara pada perang data, jual beli data, dan bahkan manipulasi data.

"Ekstremnya pada satu titik, data yang dihimpun dari wilayah siber akan menjadi senjata bagi entitas negara maupun korporasi multinasional. Akibatnya, jelas menjadi ancaman bagi masyarakat dan juga negara kita," kata Pratama di hadapan 100-an mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi di Jawa Tengah.

 

Baca juga: Penyakit Baru Muncul, Menristek: Perlu Eksploratif Bahan Baku Obat dari Laut

 

Namun, dampak positifnya, kata Pratama, antara lain membuat semua menjadi serba mudah, adanya aplikasi dan platform pendukung lain di internet.

Solusi ruang siber di Indonesia, kata Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lemsaneg (sekarang BSSN), adalah pihak kampus. Hal ini mengingatkan bahwa dinamika siber dunia tidak bisa hanya dihadapi oleh negara secara sendirian.

"Kampus, jelas bisa melakukan edukasi siber, bahkan bisa menghasilkan sumber daya manusia (SDM) siber yang dibutuhkan negara," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

Dalam hal riset siber, Pratama melanjutkan, kampus juga bisa menghasilkan produk yang kuat seperti platform yang sudah ada, dan menjadi pesaing serius platform dari luar negeri.

 

Baca juga: Tiru Rahasia Korsel Berinovasi, Menristek: Litbang Harus Jadi Kebutuhan Swasta

 

Hal pertama yang bisa dilakukan kampus adalah edukasi, baik untuk masyarakat kampus maupun masyarakat umum. Seharusnya, menurut dia, negara dan juga para pelaku industri bisa menggandeng kampus untuk melakukan edukasi keamanan siber.

"Bila edukasi keamanan siber lewat kampus, bisa mengurangi jumlah korban kejahatan siber seperti yang sering terjadi. Mulai dari phising, wifi sniffing, sampai pada social engeneering," katanya menjelaskan.

Salah satu hal paling penting, menurut dia, adalah kebutuhan SDM siber bisa dimaksimalkan dari kampus.

Ia mengingatkan bahwa digitalisasi terjadi di semua sektor. Oleh karena itu, dibutuhkan SDM yang melek teknologi informasi (TI) dan mempunyai kemampuan mumpuni sehingga tidak bergantung pada SDM luar.

 

Baca juga: Tenaga Honorer Guru Gugat UU ASN ke Mahkamah Konstitusi. Apa Alasannya?

 

Pemerintah melalui Kominfo sudah memiliki program Digital Talent sejak 2019. Hal yang wajib dimaksimalkan, menurut dia, kerja sama pemerintah dengan kampus.

Dengan SDM siber yang mumpuni dari kampus, pada akhirnya tidak hanya menghadirkan angkatan siap kerja saja, tetapi juga individu yang bisa melahirkan produk dan lapangan kerja.

Ia kemudian menyebutkan Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka sudah menjadi contoh keberhasilan produk dalam negeri.

Pratama memandang sangat penting negara membantu industri siber dalam negeri berkembang. Kampus bisa menjadi kawah candradimuka riset siber tanah air.

Hal itu kemudian dikoneksikan dengan dunia industri untuk pembiayaan riset dan membantu proses masuk dunia industri.

"Di sini fungsi negara sangat dibutuhkan," kata Pratama menandaskan.

 

Baca juga: Mengundurkan Diri, Hari ini Mahathir Menghadap Raja

 

Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Teknik Unimus R.M. Bagus Irawan menjelaskan bahwa masyarakat kampus sangat perlu melakukan shifting ke dunia digital. Perubahan itu mulai dari sistemnya, kurikulum, sampai pada output SDM yang melek siber.

"Saya berharap mahasiswa noninformatika juga aware dengan keamanan siber," kata Bagus Irawan.

Komentar

250 Karakter tersisa