Penyakit Baru Muncul, Menristek: Perlu Eksploratif Bahan Baku Obat dari Laut 

Rumput laut, Foto: Pixabay

 

Schoolmedia News, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan Indonesia perlu lebih eksploratif mengembangkan bahan baku obat dari keanekaragaman hayati atau biodiversitas. Bahan baku tersebut terutama yang ada di dalam laut, yang masih belum dimanfaatkan secara optimal.

"Ke depan karena memang penyakit juga makin bervariasi, ya kadang-kadang kita terkaget-kaget dengan penyakit yang belum ada solusinya, belum ada obatnya, belum ada vaksinnya, maka mau tidak mau kita harus lebih eksploratif juga melihat bahan baku obat dari laut, apakah di permukaan, seperti rumput laut, ganggang laut atau sampai bahkan ke laut dalam," kata Menristek Bambang di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020. 

Ia menuturkan ke depan perlu memperbanyak obat modern asli Indonesia, baik dari variasi sumber keanekaragaman hayati yang dipakai sebagai sumber bahan baku obat maupun untuk jenis penyakit yang disasar. Ia juga mendorong riset-riset yang mengoptimalkan pemanfaatan biodiversitas untuk menghasilkan obat.

 

Baca juga: Tiru Rahasia Korsel Berinovasi, Menristek: Litbang Harus Jadi Kebutuhan Swasta

 

Peneliti, kata Bambang, harus meneliti berdasarkan kebutuhan pasar, tidak semata karena kesenangan di bidang yang dikuasai sehingga hasil produk riset, teknologi dan inovasi dapat benar-benar dirasakan manfaatnya.

"Untuk pengembangan obat dan alat kesehatan, maka penguatan triple helix harus dilakukan, yakni antara peneliti atau akademisi, pemerintah dan dunia industri," ujarnya. 

Menurut Bambang, harus ada sinergi yang kuat antarkomponen pencipta produk inovasi, industri sebagai pengguna teknologi dan inovasi, dan pemerintah sebagai fasilitator.

Semua pelaku di hulu dan hilir, kata Bambang, sama-sama saling mendekatkan diri. Sehingga, kata Bambang, kegiatan penelitian dan pengembangan akan sungguh bermanfaat besar dalam menjawab kebutuhan masyarakat dan industri. Sebab, semua masukan berdasarkan masukan dari dunia swasta tentang produk yang dibutuhkan pasar.

"Jika tidak ada sinergi dan komunikasi yang kuat, maka dapat terjadi produk inovasi atau teknologi yang dihasilkan peneliti tidak banyak digunakan oleh dunia swasta atau pengguna, padahal hasil penelitian dan pengembangan diharapkan dapat menjawab kebutuhan dunia industri dan permasalahan bangsa serta meningkatkan ekonomi Indonesia," ujarnya. 

 

Baca juga: Perpustakaan Daerah Payakumbuh Miliki 26.400 Eksemplar Buku

 

Hingga saat ini, berdasarkan catatannya, 90 persen bahan baku obat dan 90 persen alat kesehatan yang digunakan di Indonesia masih berasal dari impor. 

Kondisi ini, kata Bambang, menjadi tantangan bagi para peneliti dan dunia usaha serta masyarakat untuk mampu berinovasi menghasilkan substitusi impor sehingga diperoleh kemandiran bangsa.

Padahal, kata dia, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang berguna untuk memproduksi bahan baku obat, namun belum banyak dieksplorasi.

"Masih besar peluang Indonesia untuk menjadi pemain yang serius di pasar obat dan alat kesehatan," ujarnya.

Ia mengatakan, obat modern asli Indonesia yang tentunya harus menjadi bagian dari ambisi kita untuk mengurangi ketergantungan terhadap obat impor.

Komentar

250 Karakter tersisa