Ilustrasi korban kekerasan, Foto: Pixabay
Schoolmedia News, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Arist Meardeka Sirait mengatakan pemerintah butuh dan perlu segera membuat mekanisme nasional untuk mencegah kejahatan terhadap anak-anak Indonesia.
"Dalam hal ini Menteri Pendidikan tidak cukup hanya membuat aturan-aturan bahwa sekolah itu harus bebas dari kekerasan tetapi harus ada sistem atau mekanisme nasional," kata dia di Jakarta, Senin, 17 Februari 2020.
Hingga saat ini, ujar Arist, Indonesia belum memiliki mekanisme nasional yang dimaksud tersebut. Sementara beberapa negara Eropa di antaranya Irlandia sudah ada mekanisme anti kekerasan atau anti perundungan di sekolah.
Baca juga: Kasus Guru Viral Pukuli Murid di Bekasi, Disdik Jabar Akan Ambil Keputusan
Ia menjelaskan mekanisme anti kekerasan terhadap anak tersebut tidak hanya sebatas aturan namun ada kesepakatan nasional di setiap rumah dan kampung. Tujuannya, untuk merespons secara cepat apabila ada potensi atau kecenderungan anak-anak menjadi pelaku maupun korban kejahatan.
"Jadi tidak hanya sekadar mempersalahkan orang tapi juga upaya bagaimana mencegahnya," ujar dia.
Sehingga, kata Arist melanjutkan, tidak hanya sekadar sebatas seruan bahwa di sekolah tersebut ramah anak namun harus ada sebuah sistem yang dibangun.
Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah terutama sekolah melakukan pendataan anak terkait perubahan perilaku.
"Misalnya dia memiliki perubahan perilaku, lalu bagaimana mereka dideteksi secara dini apakah berpotensi jadi pelaku atau korban," katanya.
Ia juga menguraikan, bahwa para guru Bimbingan Konseling (BK) belum memiliki data terkait perubahan atau perkembangan perilaku anak. Misal anak mengalami perundungan ciri-cirinya apa, interaksi sosial mereka bagaimana.
Baca juga: Akademisi: Anak Harus Diberi Pemahaman Bahaya Perundungan
Oleh karena itu, berangkat dari kasus perundungan yang menakutkan beberapa waktu terakhir seperti di Malang, sehingga korban jarinya harus diamputasi, kata Arist, merupakan contoh energi remaja yang tidak tersalurkan dengan baik.
Menurutnya, pemberlakuan sanksi bagi pelaku kejahatan hanya sebatas penegakan hukum saja namun tidak bisa memutus mata rantai secara penuh dari tindakan tersebut.
250 Karakter tersisa