Bahasa Daerah di Kampung Global

Bahasa Daerah di Kampung Global. foto: jurnalsumatra

SCHOOLMEDIA NEWS, Jakarta - Seorang guru dari Pulau Jawa yang ditugaskan mengajar di sebuah desa di pulau yang berjarak sekitar 2.000 kilometer dari kampung halamannya menemukan kendala komunikasi, lantaran anak didiknya tidak menguasai Bahasa Indonesia.

Ini adalah fakta yang terjadi di sebuah daerah yang tergolong 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dan mungkin juga terjadi di beberapa daerah lain.

Bahasa Indonesia yang sejak Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan bangsa telah diajarkan di sekolah-sekolah, rupanya belum bisa dikuasai oleh seluruh anak bangsa.

Sementara di kota-kota besar yang masyarakatnya memiliki kesempatan untuk belajar lebih banyak dan berjejaring dengan banyak komunitas, termasuk bergaul internasional, penguasaan berbahasa Bahasa Indonesia, bahkan bahasa-bahasa asing lain seperti menjadi suatu kelaziman.

Menurut laman petabahasa.kemdikbud.go.id Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah melakukan penelitian bahasa daerah sejak 1991 hingga 2017, hasilnya telah mengidentifikasi dan memvalidasi 668 bahasa daerah dari jumlah bahasa daerah yang diperkirakan ada 750 bahasa. Jumlah ragam bahasa yang cukup masif untuk sebuah negara. Setiap bahasa daerah tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dengan budaya yang dikenal oleh masyarakat penuturnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan peringatan Hari Penerjemahan Internasional (International Translation Day) yang jatuh pada 30 September 2019 dengan tema "Penerjemahan dan Bahasa Daerah".

Alasan pemilihan tema bahasa daerah (indigenous languages) sebab penggunaan bahasa adat yang lebih besar berarti merupakan peluang yang lebih besar pula bagi warganya untuk bertahan hidup. Sebaliknya, jika suatu komunitas kehilangan bahasa, maka sesungguhnya bukan kata-kata dan bahasa saja yang lenyap, melainkan juga seluruh peradabannya.

Tahun Internasional Bahasa Daerah ini, PBB mengajak warga dunia untuk menyoroti kebutuhan untuk mempromosikan dan melindungi bahasa asli dan hak-hak penuturnya. Penerjemah, juru bahasa, dan terminologi memainkan peran penting dalam misi ini.

 

Baca juga: Menristekdikti Dorong Masyarakat Bangun Negara dengan Wawasan Kebangsaan

 

Tiga tahun

Hari Penerjemahan Internasional baru tiga tahun ini ditetapkan dan diperingati. Relatif baru, mengingat aktivitas di badan dunia itu sejak awal dibentuk sudah memerlukan dan menggunakan jasa penerjemahan dan juru bahasa.

Baru pada 2017, para penerjemah, juru bahasa dan terminologi mencapai tonggak sejarah ketika sidang ke-71 Majelis Umum PBB secara bulat mengadopsi Resolusi A / RES / 71/288 yang mengakui peran penerjemahan profesional dalam menghubungkan negara, dan memupuk perdamaian, pemahaman, serta pengembangan.

Pekerjaan sehari-hari para profesional bahasa diakui mendukung dan memelihara keanekaragaman bahasa dan budaya, juga meningkatkan kesadaran akan nilai intrinsik dari bahasa asli dan masyarakat adat. Melalui penerjemah bahasa maka penutur asli mendapat kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan budaya dan politik masyarakat dan menawarkan kesetaraan akses ke layanan dasar, seperti perawatan kesehatan, pendidikan, informasi, dan keadilan dalam bahasa ibu mereka.

Kesetaraan akses, kebebasan berpikir, berekspresi dan mengungkapkan pendapat pribadi, adalah kebebasan yang diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Di Indonesia ada ratusan --bila penelitian diperluas, mungkin akan teridentifikasi ribuan bahasa-- maka dapat dimengerti apabila budaya di dunia yang lebih luas, akan mengenal lebih banyak bahasa daerah.

PBB menyebut bahwa kehilangan bahasa daerah akan menghalangi kita dari keanekaragaman yang kaya dan kontribusi ekologis, ekonomi, dan sosial budaya yang mereka buat untuk masyarakat. PBB memilih mendedikasikan setahun penuh untuk mendorong tindakan mendesak dalam melestarikan, merevitalisasi, dan mempromosikan pentingnya bahasa asli di desa global.

Sementara bahasa asli mungkin bukan yang paling banyak digunakan, namun jumlahnya adalah yang paling banyak dari bahasa dunia.

 

Baca juga: TNI Dorong Anak Suku Adat Manokwari Rajin Sekolah

 

Banyak bahasa

Dalam aktivitas sehari-hari, para pejabat, diplomat, hingga relawan PBB menggunakan banyak bahasa untuk berkomunikasi dan melancarkan hubungan pekerjaan.

Terdapat enam bahasa resmi yang digunakan PBB untuk memudahkan dan mempercepat penyampaian pesan-pesan dan pekerjaan, yaitu Bahasa Arab, China, Inggris, Prancis, Rusia, dan Spanyol. Badan dunia ini juga menjadi tempat yang paling banyak mempekerjakan staf kaum profesional bahasa.

Menurut laman www.un.org ada ratusan karyawan ahli bahasa yang bertugas di Departemen for General Assembly and Conference Management (DGACM), tersebar di kantor-kantor PBB di New York, Jenewa, Wina, dan Nairobi, juga di komisi-komisi PBB di Addis Ababa, Bangkok, Beirut, dan Santiago

Para ahli bahasa yang mendukung PBB memiliki cakupan luas meskipun kebanyakan adalah juru bahasa dan penerjemah, tetapi juga diperlukan redaktur, ahli kata-kata, pelapor verbatim (kata demi kata) asisten referensi, hingga proofreader yang bertugas memeriksa dan mengoreksi naskah.

Singkat kata, badan dunia yang mengurus bangsa-bangsa itu memerlukan ahli bahasa, suatu profesi yang diperlukan untuk mendukung kelancaran komunikasi, sejak awal badan ini dibentuk dan tahun ini memasuki masa sidang tahunan yang ke-74.

Departemen Komunikasi Global PBB juga menetapkan hari-hari bahasa untuk setiap enam bahasa resminya, sebagai perayaan dan menghargai keberagaman budaya serta mempromosikan bahasa-bahasa di dalam organisasi. Dedikasi enam bahasa itu dimaksudkan pula untuk meningkatkan kesadaran dan menghargai sejaah, budaya, pencapaian dari setiap bahasa, yang diperingati secara khusus, yaitu Bahasa Arab pada 18 Desember, China 20 April, Inggris dan Spanyol 23 April, Prancis 20 Maret, dan Rusia 6 Juni.

Warga dunia yang menguasai enam bahasa PBB itu memiliki peluang paling banyak untuk menjadi pegawai di PBB dan badan-badan di bawahnya.

 

Baca juga: UHO Berduka, Mahasiswa Kibarkan Bendera Merah Putih Setengah Tiang

 

Perangkat 

Pekerjaan menerjemah kini menjadi lebih ringan dengan adanya aplikasi dan perangkat yang dapat mendukung penerjemahan dengan mudah, asal penggunanya mampu memanfaatkannya dengan tepat.

Mengingat bahasa selalu terkait dengan budaya, kadang-kadang mesin penerjemah tidak mampu menangkap “rasa bahasa” atau gagal menerjemahkan kata-kata yang berasal dari bahasa daerah, kacau menerjemahkan nama orang atau gagal memilik diksi yang tepat.

Cara menulis teks yang benar akan menghasilkan terjemahan yang lebih akurat, namun jika penulisan salah misalnya tidak menggunakan huruf besar untuk nama orang, maka terjemahan pun akan gagal, seperti contoh berikut ini. “Pak untung membeli sarung merah muda di pasar meredeka di kios rita bangun” Luckily, Pak bought pink sarong at the red market at the Rita Wake kiosk

Bandingkan:

“Pak Untung membeli sarung merah muda di kios Rita Bangun, di Pasar Merdeka” Untung bought pink sarong at the Rita Bangun kiosk, at Pasar Merdeka. Di sinilah perlunya manusia, bukan sekedar "tools" untuk pekerjaan terkait bahasa.

 

Baca juga: Pengamat Unwira Sebut Aksi Mahasiswa Hanya Membuat Chaos Saja

 

Google yang meluncurkan laman translator toolkit pada 8 Juni 2009 untuk mendukung terjemahan yang lebih cepat dan tepat, baru-baru ini mengumumkan akan menutup perangkat tersebut pada 4 Desember 2019 berhubung tidak banyak orang yang memakainya karena banyak perangkat lain yang lebih canggih, termasuk google translate.

Sebaliknya, aplikasi google translate semakin disukai karena bisa menerjemah suara percakapan, dikombinasikan dengan kamera yang memotret tulisan tangan atau teks lain dan dalam hitungan detik bisa mengalihbahasakan naskah asli ke dalam bahasa-bahasa dunia yang dipilih. Namun, perangkat ini belum menjangkau ke bahasa-bahasa suku/daerah.

Indonesia sebagai negara dengan banyak suku bangsa dan bahasa, di tengah kemampuan sejumlah anak bangsa yang menjadi ahli bahasa, beberapa orang poligot yang mampu berbicara banyak bahasa, masih banyak anak di negeri ini yang belum melek Bahasa Indonesia, sementara di kota-kota besar, banyak kaum milenial yang tidak lagi berbicara bahasa daerah.

Bahasa daerah adalah identitas budaya yang perlu dilestarikan, sementara Bahasa Indonesia perlu dikuasai sebagai bahasa nasional dan bahasa-bahasa asing menjadi kebutuhan untuk globalisasi.

Komentar

250 Karakter tersisa