Pengamat Unwira Sebut Aksi Mahasiswa Hanya Membuat Chaos Saja. foto: sriwijayapost
SCHOOLMEDIA NEWS, Kupang - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Dr. Marianus Kleden menilai apa yang disuarakan mahasiswa dalam aksi demonstrasi menolak revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak jelas dan hanya menciptakan situasi chaos saja.
"Mahasiswa hanya menciptakan situasi chaos tanpa dengan jelas menyampaikan aspirasinya," kata Marianus Kleden yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Unwira di Kupang, Sabtu, 28 September 2019.
Baca juga: Repower Asia Indonesia Intergrasikan Hunian dan Sekolah Raih Penghargaan
Menurut Marianus Kleden, ada banyak hal yang memang perlu didiskusikan, tetapi mahasiswa memilih jalan dengan menggelar demonstrasi, tanpa mengetahui apa yang didemokan. Ia memberi contoh dua hal, yakni pertama terkait Revisi UU KPK, yang telah disahkan oleh DPR. Dalam hubungan dengan Revisi UU KPK ini, inti tuntutan dari mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat yang turun melakukan demonstrasi adalah KPK jangan dilemahkan.
"Kita semua setuju agar KPK tidak boleh dilemahkan, tetapi KPK jangan dibiarkan menjadi superbody dengan kebobrokan yang semakin menggurita. Ini yang kita khawatirkan, tapi sayangnya tidak disuarakan mahasiswa," katanya.
Menurut dia, satu hal jelas bahwa KPK memperlakukan dirinya sebagai perusahaan yang mendanai 50-an LSM dan mahasiswa, guna menjadi bemper bagi dirinya. "Ini kan jahat. KPK kan bukan perusahaan dan karena itu aneh bila KPK menyebut dirinya memberikan bantuan sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Marianus Kleden menegaskan KPK bukan korporat yang mempunyai tanggung jawab sosial, dan KPK juga ada dalam genggaman politik kepentingan yang siap menembakkan peluru kepada lawan politik ketika pilkada atau pileg.
"Ini kecurangan yang sangat vulgar. Kalau mahasiswa mau fair dia mesti bilang, KPK jangan diperlemah tetapi KPK juga jangan dibiarkan menjadi sarang korupsi. Karena itu, revisi UU KPK memang perlu guna memberantas korupsi dalam lembaga yang kerjanya menangkap para koruptor itu," ujarnya.
Baca juga: Tewasnya Dua Mahasiswa di Kendari, Menristekdikti Minta Usut Tuntas
Jangan tepuk dada Atas dasar ini, kata Marianus Kleden, mahasiswa bukan satu-satunya agen perubahan sehingga jangan menepuk dada dan mengatakan bahwa reformasi adalah jasa para mahasiswa. "Memang pada 1998 ada demonstrasi masif di seluruh Tanah Air yang meminta Presiden Soeharto turun. Kita berterima kasih kepada mahasiswa, tetapi mereka bukan satu-satunya agen perubahan," katanya menegaskan.
Menurut Marianus Kleden, ada banyak mentor di belakang mahasiswa dan ada kepentingan Amerika Serikat yang ikut bermain dalam menjatuhkan pemerintahan Orde Baru saat itu. "Dubes AS untuk Indonesia waktu itu menelpon Soeharto, dengan mengatakan Mr. President, it is time to step down. Rupanya Amerika melihat gelagat Pa Harto tidak sejalan lagi dengan mereka," katanya. "Jadi apakah ada CIA di belakang mahasiswa menciptakan situasi chaos? Wallahualam," demikian Marianus Kleden.
250 Karakter tersisa