ASI - MPASI, Pola Asuh dan Sanitasi Variabel Sangat Berpengaruh Terhadap Penanganan Stunting

 

Schoolmedia News Jakarta --- Anggota Komisi IX DPR RI Dr. Hj. Kurniasih Mufidayanti, M.Si mengatakan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi perkembangan bayi di 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu bergizi kepada bayi berusia enam bulan menjadi salah satu upaya mencegah bayi tumbuh stunting atau gagal tumbuh dan berkembang. Dalam hal ini, makanan seimbang sangat dibutuhkan untuk bayi dalam pemberian MPASI.

 

Karena periode ini menjadi periode yang penting untuk pembentukan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, kematangan sistem imun, ini semua penting terjadi di 1000 HPK.” Kata Kurniasih.

Kurniasih menjelaskan, MPASI merupakan satu hal yang sangat penting untuk dipahami bahwa ASI dan MPASI menjadi variabel yang sangat berpengaruh terhadap penanganan stunting.

Jadi MPASI ini pendamping bukan menghilangkan ASI, dan ASI nya tetap diberikan ketika memang produksi ASI nya masih ada itu sangat bagus, sekurang-kurangnya enam bulan ASI ini bisa diberikan, dan MPASI ini menjadi pelengkap untuk melengkapi ASI sampai dua tahun,” ucapnya.

Menurut dia, mencegah Stunting pada Anak dapat dilakukan dengan memperhatikan sejumlah hal berikut pertama, pemberian pola asuh yang tepat, kedua memberikan MPASI yang optimal, mengobati penyakit yang dialami anak. dan keempat perbaikan kebersihan lingkungan dan penerapan hidup bersih keluarga.

"Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global," ujarnya 

Disebutkan, terdapat enam pesan kunci untuk cegah Stunting di Tanah Air yaitu;

  • Minum tablet tambah darah setiap hari.
  • Ikuti kelas Ibu hamil biar janin sehat.
  • Cukup ASI saja sampai usia 6 bulan.
  • Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.
  • Pakai Jamban Sehat.
  • Rutin ke Posyandu setiap bulan.
Hal senada dikatakan Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Irma Ardiana, MAPS saat membuka Webinar Seri ke 7 : MPASI Tepat Cegah Stunting.

 

Dengan acara MPASI tema hari ini menurut saya sangat relevan, karena lepas dari ASI eksklusif sekitar usia lima bulan maka sudah harus disiapkan MPASI yang tepatnya seperti apa,” kata Irma.

Irma juga mengatakan, agar perkembangan bayi tumbuh pesat sesuai dengan harapan maka salah satunya bisa di pastikan adalah pemenuhan gizi melalui MPASI setelah ASI Eksklusif.

Para orangtua pun sebaiknya harus mempelajari bagaimana memberikan MPASI, mengolah makanannya, dan bagaimana keberagaman itu bisa diberikan dengan pangan-pangan lokal yang sudah ada.

 

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.

Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.

“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih," ujarnya. 

1) Pola Makan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.

Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.

Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

2) Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.

Dimulai dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.

Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.

Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.

3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya.

Penulis Eko 

Sumber Siaran Pers BKKBN 

 

Komentar

250 Karakter tersisa