DPR RI: Jangan Sampai Ada 'Bancakan' Lewat Nadiem Makarim

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Foto: Ist

 

Schoolmedia News, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Ali Zamroni mengingatkan agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tidak bermain api dengan kebijakan yang cenderung 'bancakan' alias bagi-bagi dana hibah dari donasi APBN Rp 20 miliar.

"Jangan sampai adanya titipan dan di tunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan," kata Ali di Jakarta, Senin, 27 Juli 2020, melansir dari laman RRI

Diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan dana gajah Rp 20 miliar kepada organisasi corporate social responsibility (CSR) Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation.

Politisi Gerindra ini mengatakan, sudah memprediksi kinerja Nadiem Makarim akan membuat gaduh dunia pendidikan, pasca dilantik Presiden Joko Widodo. 

"Cukup ironi saat ini ada 3 organisasi besar yang telah menyatakan mengundurkan diri dalam program organisasi penggerak yaitu NU Muhammadiyah dan PGRI," tuturnya.

Semestinya, kata dia melanjutkan, yang malu dan mengundurkan diri dari program ini yaitu Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation bukan NU Muhammadiyah dan PGRI.

Diketahui, program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan banyak menjadi sorotan.

Bagaimana tidak, program dengan anggaran Rp 657 miliar per tahun ini, dinilai banyak persoalan didalamnya. Salah satu carut-marutya program ini karena banyak beberapa organisasi yang mundur, meninggalkan Kemendikbud. 

Beberapa di antaranya adalah, Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Terbaru Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) turu mundur dari program ini.

Muhammadiyah menilai, terdapat hal yang janggal dalam penetapan peserta POP ini. Bahkan Muhammadiyah memprotes terdapat dua perusahaan besar yang turut ikut menerima bantuan tersebut.

"Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," ujar Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno di Jakarta, Rabu (22/7).

Senada, Lembaga Pendidikan Maarif NU memutuskan mundur dari program ini. Hal ini dikarenakan POP dinilai syarat kejanggalan dalam proses administrasinya.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Dia mengaku, awalnya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.

"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-sayarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya, Rabu (22/7).

Tak berlangsung lama, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengikuti jejak Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nahdlatul Ulama PBNU yang mengundurkan diri dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Sama seperti keluhan NU dan Muhammadiyah, salah satu alasan PGRI mundur dari program kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu lantaran kriteria pemilihan dan penetapan peserta POP tidak jelas.

"PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi di Jakarta, Jumat (24/7).
 

Komentar

250 Karakter tersisa