oleh : Hajar Budi,S.Pi (Guru SMKN 1 Giritontro)
Keberadaan fungsi dan peran guru dalam dunia pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh secara signifikan dan bersentuhan langsung dengan peserta didik, karena guru merupakan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensinya sebagai guru, sebab tugas utama seorang guru adalah mengajar dan mendidik. “Mengajar” dan “Mendidik” merupakan satu kata serupa yang berbeda makna. Mendidik merupakan panggilan jiwa yang unik dalam pribadi dan pengabdian yang lahir dari hati nurani yang bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak didik bukan sekadar profesi apalagi semata–mata hanya mengharapkan gaji. Adapun “mengajar”, bobotnya berada pada penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia.
Lantas seperti apa pemahaman terhadap guru? Guru memiliki posisi sebagai intelektual akademisi sekaligus sebagai pesuruh. Alih-alih mengadopsi makna civil servant (pelayan masyarakat), guru di masa kini lebih terlihat sebagai pesuruh pemerintah yang menjalankan segala tuntutan kurikulum dengan kaku yang selalu bergonta-ganti. Konsekuensinya guru acapkali meninggalkan siswanya belajar mandiri di kelas hingga disibukkan oleh urusan-urusan lain, entah urusan itu berkaitan langsung dengan pengajaran maupun urusan pekerjaan kedua di luar mengajar di kelas. Bahkan ini sudah menjadi “tradisi” dalam dunia pendidikan.
Tingginya frekuensi kemangkiran guru di dalam ruang kelas bukan tidak ada sebabnya. Seiring tingginya tuntutan pemerintah yang mewajibkan guru mulai harus mengikuti Pendidikaan Profesi Guru dalam Jabatan (PPGj) baik secara online maupun tatap muka. Guru wajib memenuhi administrasi kurikulum, personal, administrasi siswa, tata laksana, administrasi saran dan kegiatan hubungan sekolah-masyarakat yang meliputi akreditasi sekolah, International Standar Organisation (ISO), maupun penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS). Beragam hal tersebut menyebabkan para guru mengalami kelelahan fisik dan mental yang berakibat pada banyaknya kelas yang kosong pada saat jam kegiatan belajar mengajar (KBM). Apapun alasannya, guru yang meninggalkan kewajiban mengajar di kelas, tidak bisa dibenarkan.
Seorang guru sudah harus berada di lingkungan sekolah sebelum pukul 07.00 dan baru pulang sekolah paling cepat pukul 17.00 setiap hari, sehingga harus memiliki tubuh yang sehat dan stamina yang kuat agar tetap bisa menyampaikan materi pelajaran dengan kualitas sama baiknya dan sama primanya kepada peserta didik. Termasuk di dalamnya adalah mengkondisikan, mendidik, dan membimbing karakter anak yang berbeda latar belakang, sehingga dibutuhkan energi yang luar biasa. Setelah selesai dengan urusan pekerjaan di sekolah, guru kadang masih mendapatkan tambahan beban pikiran yang harus mereka hadapi di rumah, yaitu mengurus keluarga.
Akibat dari sibuknya guru di luar tugas utamanya mengajar dan mendidik, guru juga lupa dengan tugas lain seperti harus senantiasa meng-upgrade diri dengan membaca, melatih diri tentang metode dan model pembelajaran yang menarik sehingga dalam penyampaian pembelajaran cenderung tidak variatif, tidak kreatif, dan tidak inovatif serta monoton. Situasi inkompeten ini berdampak langsung pada siswa ; di mana siswa tidak bisa menguasai kompetensi keahlian sesuai tuntutan jaman yang selalu berubah dengan cepat. Pada akhirnya korban terbesarnya adalah masyarakat sebagai pengguna purna pendidikan, sebab siswa yang dihasilkan tidak memenuhi harapan.
Apa yang terjadi saat ini ? Fenomena ‘zonk’ alias adanya jam kosong, di mana guru pengampu mata pelajaran tidak bisa hadir memberikan pembelajaran kepada para siswa ; guru tidak memberi tugas apapun saat mangkir dari kelas tapi memberi nilai bagus di rapotnya, soal ulangan yang diberikan sudah dibocorkan seminggu sebelumnya dalam bentuk kisi-kisi, model semacam ini banyak ditemui baik di jenjang pendidikan dasar, menengah bahkan pendidikan tinggi sekalipun. Ada banyak ketidakberesan di sana sini. Ada banyak kecurangan yang terjadi. Seakan semua orang sudah memaklumi pada hal-hal seperti ini. Seakan hal ini bukan lagi dinilai sebagai perbuatan dosa bagi si pelakunya. Hal ini terjadi tak hanya di kota-kota besar, namunjuga di pelosok pedesaan sekali pun. Hal inilah yang menyebabkan sebagian oknum guru mendidik siswa, seolah “tanpa busana”(tanpa punya rasa malu) dalam memberikan penilaian kepada peserta didik.
Tulisan ini merupakan ungkapan hati penulis yang sangat miris melihat peristiwa dalam dunia pendidikan dewasa ini. Di mana masih ada oknum guru yang sering meninggalkan pada saat jam kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung di kelas dengan alasan tuntutan kurikulum. Karena sebenarnya peran seorang guru tidak bisa tergantikan dalam proses pendidikan demi terbentuknya karakter bangsa yang tercermin dalam sikap, sifat, perilaku, tindakan, gaya nalar, gaya merespons, dan corak pengambilan keputusan peserta didik atas suatu hal atau masalah.
Sebagai renungan bersama, sebagai sesama guru, mari senantiasa berusaha menjadi guru professional sekaligus menjadi pahlawan cendekia dalam melaksanakan tugas utama dan meningkatkan nilai diri, agar siswa menjadi terdidik dan bisa meneruskan cita-cita mulia negeri tercinta tanpa “noda” akademik.
Hajar Budi,S.Pi (Guru SMKN 1 Giritontro)
Tinggalkan Komentar