Cari

Penguatan Literasi Informasi dan Teknologi dalam Menghadapi Tantangan Baru di Era Adidata

Ilustrasi perkembangan informasi, Foto: Pixabay

 

Siap tidak siap, dunia pendidikan ada dalam era adidata (Big Data). Data dan informasi membanjiri kehidupan. Pengaruh pertumbuhan data  dan informasi terhadap perkembangan bidang pendidikan adalah keragaman kebenaran ilmiah yang sangat variatif.

Gudang data tumbuh dengan cepat seputar pengelolaan 370.000 satuan pendidikan di Indonesia. Di antaranya data terhimpun dalam Dapodik. Raport mutu sekolah mencakup ruang yang besar, namun belum sekelas layanan Gojek atau Grab. Dalam sistem mutu terhimpun pula data akreditasi pada sispena. Belum lagi perangkat lunak yang bersentuhan dengan penataan pendidik dan tenaga kependidikan. Dipastikan ke depan akan terbit sistem perangkat lunak yang memuat data kebutuhan dan pemerataan guru, kepala sekolah, dan pengawas.  

Lahir lagi inovasi terkini tentang rencana pergantian nomor induk siswa dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan). Dalam kehidupan di luar pendidikan, kita dibanjiri dengan informasi tentang peta jalan yang telah memudahkan kita bepergian, juga kita dibanjiri dengan produk barang melalui perdagangan online.

Big data (adidata) adalah himpunan data yang sangat banyak, kompleks, dan tak terstruktur pada jejaring teknologi informasi dan komunikasi. Pertumbuhan kapasitas data membuka peluang kepada setiap orang untuk meningkatkan kecerdasan hidupnya dengan memanfaatkan banyak data. Data atau informasi sangat orang gunakan dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam mengembangkan ide baru atau inovasi dalam pendidikan.

Namun demikian, melimpahnya data tak akan berarti jika kapasitas tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan tak piawai mengolah fakta, data, dan informasi. Melimpahnya data tak berarti apa-apa di tangan orang yang daya berpikir kritisnya terbatas.  

 

Minimnya Literasi Informasi

Masalah utama yang kita hadapi dalam era adidata adalah keterbatasan literasi informasi dan teknologi. Literasi informasi berkenaan dengan sistem tata kelola fakta, data, dan informasi. Literasi informasi adalah kemampuan untuk menghimpun, memilih, mengolah, menyajikan atau menggunakan, mengevaluasi penggunaan informasi dalam bidang pendidikan.

Hingga kini himpunan fakta hasil observasi masih belum sesuai dengan kebutuhan perbaikan mutu. Oleh karena itu, kesadaran meningkatkan mutu sumber daya pendidik dalam meningkatkan kompetensi praktik baik menghimpun fakta dan praktik pengusaaan teknologi perlu mendapat perhatian yang lebih baik.

Literasi informasi dimulai dari pengelolaan fakta yang berkaitan dengan realitas yang sesungguhnya terjadi di pendidikan. Memberi perhatian terhadap penguatan ini perlu didorong kebijakan yang lebih baik dalam menghimpun dan mengelola fakta.

Contohnya dalam bidang pengajaran yang minim catatan fakta praktik perlu didorong untuk lebih berdaya. Kebijakan pendidikan semestinya lebih kuat mendorong sekolah dalam menghimpun fakta praktik sebagai bagian dari peningkatan perbaikan mutu pendidikan. Sebab, produk kegiatan supervisi hingga kini masih terhimpun dalam bentuk dokumen berisi ceklis yang sulit diverifikasi faktanya karena ada kebiasaan umum dalam supervisi tak mencatat fakta. 

Catatan hasil supervisi seperti :Selama proses pengamatan berlangsung, tak satu pun siswa bertanya kepada guru, jarang dibuat. Pernyataan tersebut berbeda dengan contoh berikut. “Pembelajaran pasif.” Pernyataan pertama merupakan fakta. Pertanyaan kedua termasuk opini karena mengandung pendapat pengamat. Karena itu, perkembangan praktik dalam pelaksanaan pembelajaran kurang mendapat perhatian.  

 

Perlunya Catatan Fakta

Dalam literasi informasi, sekolah memerlukan catatan fakta yang dapat diolah dalam bentuk data. Dalam data terdapat sejumlah fakta yang disajikan  secara terstruktur sehingga dapat dipahami oleh orang yang tak pernah menyaksikan sendiri realitasnya.

Proses mengolah fakta seperti itu disebut mendeskripsikan fakta. Data bisa jadi merupakan hasil mengelompokkan fakta berdasarkan ciri kesamaan atau perbedaanya. Proses tersebut disebut dengan mengklasifikasi. Fakta tersebut dideskripsikan, diklasifikasi, dan dihubungkan satu dengan yang lain secara logis. Melalui proses itu kemudian ditarik kesimpulan. Proses tersebut disebut dengan penalaran. Menalar adalah menghubungkan sejumlah data untuk membuat kesimpulan.

Informasi dalam konteks komunikasi adalah isi pesan yang disampaikan secara lisan atau tulisan. Informasi juga merupakan data yang telah diolah sehingga terorganisasi, terstruktur, dan disajikan dalam konteks tertentu sehingga membuatnya berguna.

Kaitan antara fakta, data, dan informasi dapat dilihat pada contoh pada konteks sekolah. Nilai hasil ulangan sejumlah siswa merupakan fakta. Aminah dalam ulangan Bahasa Indonesia mendapat nilai 8, Abdullah mendapat nilai 7, dan Ibrahim mendapat nilai 6. Semua nilai siswa dihimpun dalam daftar nilai berupa data. Data diolah untuk melihat jumlah siswa yang mendapat nilai 6, jumlah siswa yang mendapat nilai 7, dan yang mendapat nilai 8 ke atas. Setelah diolah, data disusun dalam teks laporan perkembangan hasil belajar siswa, maka jadilah informasi.

Dalam era adidata (bigdata) membutuhkan sistem infomasi yang dibangun dari fakta yang terhimpun dalam bentuk data dan data diolah menjadi informasi. Informasi dalam konteks ini bermakna hasil olah data yang sudah disajikan dengan struktur yang sistematis. Yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pengembangan sekolah adalah data yang sudah diolah menjadi informasi. Dengan informasi yang akurat akan dihasilkan keputusan yang tepat. 

Oleh: Dr. H. Rahmat, Pengawas Pendidikan Kota Bogor

Artikel Selanjutnya
Saat "Banyak" Intelektual Indonesia Salah Memaknai Society 5.0
Artikel Sebelumnya
Guru, Mendidik Siswa “Tanpa Busana”

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar