Melimpahnya usia angkatan kerja di Indonesia sebagai bonus demografi bila dididik dengan benar seharusnya menjadi aset negara sebagai tenaga kerja kompeten. Mereka dapat mengisi berbagai lowongan tenaga kerja dunia usaha/dunia industri di dalam negeri bahkan bisa merebut pangsa pasar tenaga kerja luar negeri.
Namun kenyataan yang ada jauh dari harapan. Calon tenaga kerja lulusan SMK untuk mengisi dunia usaha/ industri sebagai tenaga kerja di negeri sendiri masih banyak permasalahan.
Sebagai ilustrasi di Cikarang, Kabupaten Bekasi, tercatat beberapa kawasan industri antara lain kawasan industri MM2100, Delta Silicon I, EJIP, BIIE, Jababeka I, Jababeka II, kawasan Hyundai, Delta Silicon II. Kawasan industri di kota Delta Mas dan Delta Silicon II ini berada di bawah grup Lippo.
Kawasan Industri di Cikarang merupakan kawasan industri potensial mengingat sekitar 2.125 unit pabrik dari 25 negara berlokasi di kawasan tersebut (Detik Finance, 29 Agustus 2017). Banyaknya industri di wilayah tersebut kurang diimbangi dengan daya serap yang tinggi bagi lulusan SMK sebagai tenaga kerja di Kabupaten Bekasi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat per Agustus 2017, tercatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Bekasi menempati peringkat pertama, yakni mencapai 10,97 persen. Angka ini berada di atas angka rata-rata provinsi sebesar 8,22 persen dan nasional 6,18 persen, (newsbekasi.com 19 April 2018).
Bahkan di Kota Bekasi, pada survei pada Agustus 2017, jumlah pengangguran meningkat menjadi 11,41 persen (detik. com 12 Maret 2018). Secara nasional BPS mencatat per Agustus 2018 angka pengangguran di Indonesia sebesar 5,34% atau setara 7,001 juta orang. Berdasarkan pendidikan, lulusan SMK mendominasi pengangguran di Indonesia.
Berkaitan dengan angka pengangguran lulusan SMK yang tinggi, di Kabupaten Bekasi tentunya terdapat permasalahan dengan output/outcome SMK.
Pertama, apakah dunia usaha/dunia industri tidak mampu menampung seluruh lulusan SMK atau, Kedua, lulusan SMK tidak relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan Dunia Usaha/Dunia Industri, ataukah Ketiga, lulusan SMK kabupaten Bekasi kalah bersaing dengan lulusan SMK dari luar bekasi. Keempat, apakah sistem rekruitmen tenaga kerja “sistem kontrak", lulusan diterima satu tahun atau dua tahun sebagai tenaga kerja setelah itu menganggur. Kelima, apakah SMK benar-benar melaksanakan 8 standar pendidikan beserta standar pendukung lainnya. Sebab, hasil akreditas selama ini menunjukkan hasil yang rata-rata bagus. Namun, lulusan SMK secara umum tetap penyumbang pengangguran terbesar. Maka, keberadaan SMK harus dipotret dengan jujur.
Solusi untuk menekan angka pengangguran lulusan SMK pun sebenarnya sudah terangkum dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa kualitas pendidikan vokasi diperbaiki besar-besaran tahun 2019 (Detiknews 21 Nopember 2018).
Sebelum melaksanakan revitalisasi SMK kita harus memahami dimana letak permasalahan SMK yang sebenarnya Kita harus merefleksikan dulu SMK dalam melaksanakan pengelolaan satuan pendidikan apakah sudah sesuai dengan 8 standar pendidikan dan standar pendukung lainnya, baik keberadaanya maupun implementasinya.
Penyiapan dan penyempurnaan kurikulum SMK oleh pemerintah pusat dalam hal ini oleh pusat kurikulum (puskur) dan Dirjen dikdasmen Kemendikbud dengan diterbitkannya berbagai regulasi: standar kelulusan (SKL) telah mencantumkan kelulusan yang mempunyai (1) kecakapan spiritual, (2) kecakapan sosial, (3) kecakapan pengetahuan sesuai keilmuan dan teknologi seni dan humaniora yang ditempuhnya, dan (4) kecakapan keterampilan sesuai keilmuan dan teknologi seni dan humaniora yang ditempuhnya standar isi (SI).
Semuanya itu mengakomodir keterampilan abad 21 yakni creative, critics, collaborative, dan communicative di dalamnya, termasuk penguatan pendidikan karakter (PPK). Serta diterbitkannya spektrum keahlian dan struktur kurikulum SMK/MAK, standar proses menekankan pada pembelajaran dengan pendekatan ilmiah (scientific) dengan berbagai model pembelajaran disesuaikan karakteristik kompetensi dasar (KD).
Model pembelajaran itu misalnya model discovery based learning, inquiry based learning, product based learning, project based learning, teaching factory based learning, dan troubleshoting based learning. Bahkan dalam standar proses memberi ruang yang memungkinkan memasukkan pembelajaran berbasis STEM.
Setiap kompetensi keahlian juga dilengkapi dengan mata pelajaran Produk Kreatif Kewirausahaan. Selanjutnya melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi, pemerintah dalam hal ini kemendikbud telah menyiapkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), bagi satuan satuan pendidikan/masyarakat yang siap.
Dalam implementasi kurikulum terdapat pembagian kewenangan antara kemendikbud dengan pemerintah daerah/satuan pendidikan. Kemendikbud menerbitkan kurikulum yang berlaku secara nasional dan pemerintah daerah melaksanakan kurikulum berdasarkan kearifan lokal/potensi daerah yang dituangkan dalam KTSP
Di mana Letak Permasalahan SMK ?
Untuk merefleksikan permasalahan SMK, tak lepas dengan sejarah pendirian SMK. Terdapat 2 fase sejarah pendirian SMK di jaman orde baru, yaitu sebelum otonomi daerah dan setelah otonomi daerah.
Pendirian SMK sebelum Otonomi Daerah (OTDA), SMK didirikan oleh Direktorat Pembina SMK yang dulu dikenal dengan Dikmenjur. Dikmenjur menyiapkan SMK sangat bagus sekali. Penyiapan tersebut meliputi sarana dan prasaranan/peralatan praktek dan bahan pendukung pembelajaran semua terstandar internasional. Sehingga, ada istilah SMK world bank bantuan bank Dunia, SMK Asian Development bank (ADB) dan sebagainya.
Kemudian, penyiapan Kepala Sekolah. Sebelum OTDA, kepala sekolah disiapkan dengan matang melalui program Talent Scouting. Calon kepala sekolah dididik dan dilatih selama 3 bulan di P4TK- P4TK, dengan rincian 2 bulan di kampus dan 1 bulan PKL di sekolah masing-masing.
Sistem regulasi mendukung kerja kepala sekolah sebelum OTDA, dimana kepala sekolah tidak disibukkan dengan berbagai urusan pengadaan barang dan jasa, sehingga kepala SMK fokus memimpin pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di SMK.
Setelah itu penyiapan guru. Mereka, guru kejuruan (vokasional) disiapkan dengan matang. Saat itu, kementerian bekerjasama dengan IKIP Padang dan IKIP Yogyakarta. Politeknik mekanik Swiss ITB menghasilkan guru-guru produktif yang handal. Program inservis training melalui P4TK yang selalu meng-upgrade kemampuan guru produktif. Produk guru demikian saat ini hampir memasuki masa pensiun.
Pendirian SMK setelah OTDA dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah. Pendirian SMK dengan segala urusannya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya memberikan bantuan awal melalui proyek Unit Sekolah Baru (USB) dan tidak mempunyai kewenangan lagi mendirikan/mengelola SMK secara langsung.
Dengan berlakunya OTDA, dinas pendidikan kabupaten/kota umumnya kurang siap dalam pendirian SMK, terlebih dengan kebijakan pemerintah untuk komposisi SMK 70% dan SMA 30% di tahun 2007. Maka, terjadi pendirian SMK besar-besaran di daerah.
Menurut data pokok Kemendikbud tahun 2017, jumlah SMK sebanyak 13.926 terdiri dari 3537 SMK Negeri dan 10389 SMK swasta. Jumlah siswa di tahun 2017 adalah 4.911.184, mereka terdiri dari 2.119.155 siswa SMKN dan 2.792.029 siswa SMKS.
Penyiapan sarana dan prasarana/peralatan praktek dan bahan pendukung pembelajaran untuk SMKN menjadi tugas dan tanggung jawab pemda setempat. Sedangkan untuk SMK Swasta dilakukan oleh yayasan penyelenggara.
Namun sayangnya, saat pendirian SMK di era OTDA kesiapan sarana dan prasarana serta peralatan praktek pendukung kompetensi keahlian bukan menjadi syarat utama diterbitkan ijin pendirian SMK. Kelengkapan sarana dan peralatan pendukung kompetensi keahlian sangat jauh dari yang diharapkan terkait standar sarana dan prasarana.
Selain itu, pengangkatan kepala sekolah SMK saat OTDA tidak melalui proses seleksi talent scouting yang ketat seperti saat sebelum OTDA, namun melalui seleksi seadanya dan langsung ditugaskan sebagai kepala sekolah.
Beberapa tahun terakhir, sebelum alih kelola dilakukan oleh provinsi, seleksi kepala sekolah dilakukan melalui pendidikan di LPPKS Karang Anyar dan hanya 2 minggu. Itupun siapa yang ditempatkan tergantung “angin politik” pemda setempat.
Penyiapan guru SMK dari pemerintah daerah kabupaten dan kota relatif tidak ada program secara khusus, yang ada hanya rekruitmen guru secara umum berdasarkan kebutuhan.
Implikasi Terhadap Pembelajaran SMK
Penyempurnaan kurikulum oleh Puskur dan Dirjendikdasmen telah dilaksanakan hampir 5 tahun sampai terbitlah edisi kurikulum 2013. Hasil penyempurnaan, kepala sekolah, guru telah dilatih. Namun mengapa lulusan SMK tidak menggembirakan, bahkan penyumbang pengangguran terbesar?
Banyaknya SMK yang didirikan setelah OTDA yang kondisinya relatif kurang sesuai dengan 8 standar pendidikan- “perlu dipetakan oleh tim independen”, yakni (a) Sarana prasarana, peralatan dan bahan pendukung keterampilan kompetensi keahlian yang relatif kurang sesuai dengan standar sarana prasarana, (b) Tenaga pendidik yang relatif kurang mendapat peningkatan mutu kompetensi profesional setelah bergesernya fungsi P4TK, (c) Kepala sekolah kurang mendapatkan pendidikan khusus “talent scoting” dan relatif kurang mempunyai ilmu dan keterampilan memimpin SMK, (d) Regulasi pengadaan barang dan jasa dimana kepala sekolah sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) menyebabkan kepala sekolah tidak banyak mengurusi pembelajaran, melainkan lebih banyak mengurus proyek.
Dengan berbagai pertanggungjawaban dan lebih banyak mengurus LSM dan wartawan, sehingga tidak dapat memfokuskan diri pada kepemimpinan dan kebijakannya yang dapat menghasilkan mutu pembelajaran dan mutu lulusan SMK.
Kondisi yang demikian apakah mampu menciptakan pembelajaran yang kondusif dan dapat mencapai Standar Kelulusan (SKL) dan Standar Isi yang dituangkan dalam kompetensi inti dan Kompetensi Dasar (KIKD).
Dalam Skema Hubungan SKL, KI, KD, Pembelajaran, Penilaian Dan Hasil Belajar, Direktorat PSMK tahun 2018, bahwa pembelajaran adalah sebuah sistem yang saling terkait antara komponen yang satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Salah satu komponen pembelajaran yang sangat berperan adalah guru. Di tangan guru, ia harus menyiapkan pembelajaran membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Ia harus memilih pendekatan, model dan metode yang tepat sesuai karakteristik isi KD, menyiapkan materi (content) pembelajaran. Selain itu juga menyiapkan material pembelajaran antara lain menyiapkan modul/diktat/ buku teks/lembar kerja/job sheet/bahan dan peralatan praktek keterampilan kongkrit sesuai ranah keterampilan imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi sampai pada naturalisasi.
Selain itu, ia juga tidak boleh kompetensi dasar keterampilan konkrit yang karena tidak mempunyai peralatan diubah menjadi keterampilan abstrak.
Hal ini sering dijumpai pada pelatihan Kurikulum 2013. Pertanyaannya adalah apakah seluruh guru mengajar didukung material pembelajaran (peralatan dan bahan) sesuai dengan isi (content) pembelajaran?
Apakah peran kepala sekolah sebagai kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) telah dilaksanakan dengan baik? Apakah kepala sekolah telah menciptakan kondisi agar tercipta budaya sesuai harapan Kompetensi Inti 1 dan Kompetensi Inti 2 (KI 1dan KI2), melaksanakan budaya literat, dan memfasilitasi penguatan pendidikan karakter dan melaksanakan kegiatan aktualisasi kepramukaan?
Melihat kenyataan tingkat pengangguran lulusan SMK sangat tinggi dan hasil akreditasi SMK secara rata-rata baik dan sangat baik, maka perlu dibuktikan secara terbalik. Yaitu, perlu dilihat apakah setiap SMK tingkat keterserapan lulusan di dunia usaha/dunia industri dengan kelayakan peralatan pendukung sesuai dengan standar sarana kompetensi keahlian SMK yang dibina, serta apakah SMK tersebut telah melaksanakan kurikulum sesuai dengan persyaratan Kurikulum 2013 atau tidak, perlu pemetaan SMK yang mendalam.
Penulis : Teguh Wahyudi (Guru Teknik Mesin, SMK N I Cikarang Barat , IN K2013 SMK)
Tinggalkan Komentar