Waspada, Kematian Anak Akibat COVID-19 Masih Tertinggi

Foto: Pixabay

 

Schoolmedia News, Jakarta – Pandemi Covid-19 telah setahun melanda Tanah Air, berbagai sektor terganggu terutama sektor pendidikan. Salah satunya juga proses pembelajaran, pemerintah terpaksa menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau secara online guna mencegah penyebaran virus corona. Akan tetapi berbagai langkah juga telah diupayakan pemerintah, guna mengembalikan kehidupan yang normal seperti sebelumnya. 

Melalui vaksin hingga pembatasan berskala besar, dan kecil di berbagai daerah Indonesia. Hal tersebut juga sebagai langkah pemerintah dalam mengembalikan proses pembelajaran secara tatap muka. Maka dari itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menargetkan membuka kembali sekolah tatap muka pada Juli 2021. Di tengah keinginan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang membuka sekolah mulai Juli 2021, ternyata pertumbuhan kasus kematian pada anak karena COVID-19 paling tinggi.

Berdasarkan data dari Pandemictalks kasus COVID-19 pada anak dan lansia naik dua kali lipat dalam dua bulan terakhir. Dalam rentang waktu 7 Januari 2021 sampai 6 Maret 2021 pertumbuhan kasus tertinggi pada usia anak sekolah yakni 6 sampai 18 tahun. Balita usia 0 sampai 5 tahun, kasus naik 79,7 persen, dari 20.957 menjadi 37.660 kasus. Anak usia sekolah yakni usia 6 sampa 18 tahun, kasus naik 83,1 perzen, dari 68.304 menjadi 125.084 kasus. 

 

Baca juga7 Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia

 

Begitu pula pertumbuhan kematian tertinggi terjadi pada usia balita 0-5 tahun dengan kenaikan 58,9 persen. Menanggapi tingginya kematian anak dalam dua bulan terakhir, PLT Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Prima Yosephine, mengungkapkan saat ini klaster keluarga memang tinggi, ini memang sangat merisaukan terutama untuk anak-anak. Prima mengakui sejak dimulai vaksinasi COVID-19, masyarakat mulai abai terhadap protokol kesehatan sebab merasa kebal terhadap virus corona. 

Prima menambahkan anak-anak yang terkena COVID-19 sebagian besar memiliki gejala ringan dan tidak bergejala, ini membuat anak tidak disiplin jalankan protokol kesehatan. Health Team Leader Wahana Visi Indonesia, dr Maria Adrijanti mengatakan pihaknya mendukung keputusan pemerintah termasuk persiapan pembukaan sekolah tata muka. Meski demikian, harus dilakukan dengan kehati-hatian.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengatakan peserta didik punya risiko terinfeksi COVID-19 lebih rendah. Hal ini senada dengan hasil riset yang menunjukkan peserta didik dalam kelompok usia 3-30 tahun memiliki risiko terpapar virus COVID-19 lebih rendah dibanding kelompok usia lainnya. Menurut Mendikbud Nadiem, dalam riset global ditemukan bahwa anak yang terinfeksi COVID-19 punya risiko yang lebih ringan. Selain itu, transmisi pada anak justru bukan di sekolah, namun di antara dewasa dan anak. Nadiem mengatakan, anak-anak justru rentan terpapar dari orang dewasa. 

Komentar

250 Karakter tersisa