Foto: Washington Post
Schoolmedia News, Amerika Serikat – Bagi para penggemar NBA pasti sudah tidak asing dengan sosok Michael Jordan. Michael Jordan merupakan mantan pemain basket profesional Amerika yang legendaris. Sosoknya sangat identik dengan dunia basket dan dianggap sebagai salah satu pemain terbaik sepanjang masa.
Jordan dianggap berperan besar dalam mempopulerkan NBA di seluruh dunia pada tahun 1980 hingga 1990-an. Dengan namanya yang begitu besar, wajar apabila kisahnya menarik untuk diangkat menjadi film dokumenter. Film dokumenter baru Michael Jordan berhasil mencuri perhatian para penggemar NBA.
Serial dokumenter Michael Jordan yang berjudul The Last Dance mulai tayang sejak 19 April 2020. Di Indonesia, film ini bisa disaksikan di Netflix. Film berjudul The Last Dance itu menceritakan karier sang legenda NBA, yang sukses membawa Chicago Bulls memenangi enam gelar pada era 1990-an.
Baca juga: Komunitas Lingkungan Buleleng Bali Donasi Biopori Di Tempat Umum
Film Dokumenter Teratas
Foto: Unsplash
Dari total sepuluh episode yang akan dirilis, saat ini para penggemar NBA sudah dapat menyaksikan episode satu sampai empat melalui saluran televisi berbayar atau layanan streaming. Film dokumenter tersebut menduduki peringkat teratas untuk demografi penonton berusia 18 sampai 34 tahun.
Hal ini juga didukung karena mereka haus tontonan olahraga sejak dihentikannya sejumlah kompetisi akibat pandemi. Secara keseluruhan terdapat 1,6 juta orang yang menyaksikan episode-episode awal di AS. Jumlah penonton sebanyak itu membuat film dokumenter ini sempat menduduki posisi teratas trending topic di Twitter.
The Last Dance juga sekaligus menjadi program asli ESPN yang paling banyak ditonton sejak jaringan televisi tersebut memproduksi acara semacam itu 16 tahun silam. The Last Dance menghadirkan rekaman-rekaman di balik layar saat Bulls menjalankan musim 1997/1998, sekaligus memuat cerita perjalanan karier Jordan sejak remaja sampai menjadi tokoh atlet fenomenal untuk Bulls.
Baca juga: WHO: Pandemi Covid-19 Masih Belum Selesai, Jangan Sepelekan
Kesuksesan Film Dokumenter Michael Jordan
Foto: Washington Post
Film ini awalnya akan disiarkan pada Juni saat NBA memasuki putaran final, namun saat berbagai program olahraga harus dihentikan karena pandemi maka ESPN mempercepat jadwal penayangannya. Kesuksesan film dokumenter Jordan kemungkinan akan memicu proyek-proyek serupa.
Bintang Los Angeles Lakers Kobe Bryant yang meninggal dunia akibat kecelakaan helikopter pada Januari silam, memiliki kru kamera pribadi yang terus menempelnya pada musim terakhirnya bermain di NBA. ESPN pada pekan lalu memberi bocoran bahwa sejumlah rekaman di balik layar dapat menjadi bagian film dokumenter Bryant.
Bryant merupakan juara NBA sebanyak lima kali, mengemas 60 poin pada pertandingan NBA terakhirnya pada 2016, yang menutup musim terburuk bagi Lakers dengan catatan 17-65. Dwayne Wade, anggota tim nasional AS pada Olimpiade 2008, mengatakan ia telah menjadi produser eksekutif yang memproduksi dokumenter sejumlah talenta NBA.
Baca juga: Isolasi Diri, Pria Ini Latih Anjingnya untuk Berbelanja Cemilan
Kebencian Berlarut-Larut
Foto: Unsplash
ESPN telah menyiarkan diskusi-diskusi mengenai film dokumenter itu setelah ditayangkan, di mana pada episode terkini diperlihatkan kebencian berlarut-larut Jordan terhadap Detroit Pistons.
Hal itu kemudian berujung pada wawancara ESPN dengan mantan bintang Detroit Isiah Thomas, khususnya saat tim Pistons menolak bersalaman dengan Bulls setelah pertandingan saat Bulls menaklukkan sang juara bertahan pada playoff 1991.
"Saya membenci mereka. Dan kebencian itu terbawa sampai sekarang," kata Jordan pada episode keempat The Last Dance.
Thomas tidak terpilih masuk timnas AS untuk Olimpiade 1992, tim yang kerap dijuluki sebagai The Dream Team yang juga diperkuat Jordan. Pada wawancaranya dengan ESPN, Thomas berharap penolakannya untuk bersalaman dengan pemain Bulls bukan merupakan alasan ia gagal masuk timnas.
"Jika saya bukan bagian dari The Dream Team karena emosi sesaat, karena tidak menjabat tangan seseorang, maka saya akan lebih kecewa pada saat ini ketimbang saat saya tidak terpilih," kata Thomas.
"Saya membayar sangat mahal. Jika saya tidak terpilih masuk Dream Team karena momen itu, itu sangat menyakitkan. Benar-benar melukai perasaan," tambahnya.
250 Karakter tersisa