Cari

Miliki Bukti Pemilik Lahan, Warga Segel SDN di Sampang

Ilustrasi aksi penyegelan warga di SDN Asem Jaran 2, Sampang, Jawa Timur, Foto: Pixabay

 

Warga Banyuates, Sampang, Jawa Timur, Mahdar, menyegel SDN Asem Jaran 2 karena lahan tempat dimana sekolah itu berdiri adalah miliknya. Akibatnya, para siswa dan guru di sekolah itu tidak bisa menjalani proses belajar mengajar.

"Penutupannya tadi pagi sehingga anak-anak di sekolah itu tidak bisa belajar," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sampang H.M. Jupri Riyadi di Sampang, Senin malam, 21 Januari 2019.

Terkait aksi penyegelan sekolah oleh warga ini, Jupri mengatakan, pihaknya telah melaporkan kasus tersebut ke Penjabat Bupati Sampang Jonathan Judianto.

"Beliau meminta agar kasus itu segera ditangani demi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar siswa," ujar Jupri.

Warga tersebut menyegel gerbang utama sekolah, sehingga tak satu pun anak didik dan guru bisa masuk. Selain diberi rantai dan gembok, terpampang spanduk bertuliskan "Tanah Ini Milik H. Mahdar". Tulisan tersebut diperkuat dengan keterangan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya.

Menurut Mahdar, penyegelan itu ia lakukan untuk kedua kali karena tidak ada iktikad baik atas kasus sengketa tersebut. Ia mengatakan, pemerintah kabupaten setempat tidak mau membayar ganti rugi atas tanah yang menjadi lokasi sekolah tersebut. Bangunan SDN Asem Jaran 1 berdiri di atas lahan seluas sekitar 3.019 meter persegi. Mahdar mengatakan, lahan tersebut ditempati sejak keluarnya Inpres Nomor 1 Tahun 1975.

"Jadi, lahan ini ditempati atas seizin orang tua saya, sudah sekitar 40 tahun silam tetapi tidak ada transaksi jual beli atau sewa sampai sekarang, bahkan setiap tahun saya sendiri selalu membayar pajak, makanya sekolah itu saya segel lagi," ujar Mahdar.

Sejak 2014, Mahdar mengatakan, pihaknya berupaya menyelesaikan kasus tersebut ke Pemkab Sampang melalui Disdik Sampang, tetapi menemui jalan buntu. Mediasi dilakukan sejak masa kepemimpinan Bupati Noer Tjahja hingga almarhum K.H. Fannan Hasib.

Pada 2017, ia memutuskan menyegel sekolah, namun atas permintaan dari Fadhilah Budiono, Bupati Sampang, segel tersebut dibuka. Fadhilah mengarahkan agar ia mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Sampang.

"Saya sudah mengikuti saran dan arahan itu, tapi selama proses sidang tidak pernah ada perwakilan dari pemkab yang hadir, saya yang bolak-balik datang ke pengadilan seakan-akan tidak dihargai, padahal itu mengeluarkan biaya dan menyita waktu," kata Mahdar.

Mahdar menuding pemerintah tidak mempunyai komitmen menyelesaikan persoalan itu. Alasannya, kata Mahdar, sampai sekarang belum ada payung hukum tetap, sehingga pemkab tidak mau membayar ganti rugi. Padahal, kata Mahdar, tanah itu sudah ditempati bangunan sekolah hampir 40 tahun secara gratis.

Ia menjelaskan, bahwa pihaknya memiliki bukti sah atas kepemilikan tanah miliknya. Sertifikat tanah sudah ada sejak 1973 dan sudah atas nama H. Mahdar. Dengan bukti kuat tersebut, kata Mahdar, ia berani menyegel sekolah itu dengan harapan persoalan tersebut terselesaikan di tahun ini.

Penyegelan terhadap sekolah itu, ujar Mahdar, akan ia buka setelah ada kejelasan dari pemerintah mengenai status tanah tersebut. Namun, kata Mahdar melanjutkan, jika pemkab tidak bisa menyelesaikan persoalan, pihaknya meminta supaya lahan itu dikosongkan. 

"Ini tanah milik saya, sertifikatnya atas nama saya, masak bukti itu masih kurang kuat, sebenarnya saya tidak mau mengorbakan pendidikan anak-anak, tapi saya hanya minta ganti rugi," kata Mahdar.

Kuasa Hukum H. Mahdar, Bahtiar Pradinata, membenarkan bahwa kliennya pemilik sah tanah itu. Bukti itu juga diperkuat dengan putusan Pengadilan Tingggi (PT) Surabaya Nomor 536/PDT/2018/PT.SBY Junto PN Sampang Nomor 2/Pdt.G/2018/PN.Spg.

"Sehingga, secara hukum saat ini tanah itu milik H. Mahdar. Kalau pemkab mengaku kasus ini belum ingkrah, silahkan itu hak pemkab, tapi sepanjang belum ada putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi bahwa tanah itu milik H. Mahdar, tanah ini tetap milik Mahdar," kata Bahtiar.

Alangkah baiknya, kata Bahtiar, jika pemkab bisa memberikan solusi yang terbaik atas kasus itu.

"Jangan justru adu argumen dan semacamnya. Agar KBM di sekolah itu bisa berjalan baik dan lancar," ujar Bahtiar. 

==

Lipsus Selanjutnya
Tali Layang-layang Putus dan Tersangkut di Jaringan Listrik, Bocah SD Tewas
Lipsus Sebelumnya
Kekurangan Guru, DPRD Ternate: Tahun Ini Harus Ada Pemerataan

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar