Cari

Jawa Tengah, Kota Surakarta

Tak Bisa Raih Kota Layak Anak Kategori Paripurna, Ini Kendala Solo!

Ilustrasi iklan rokok, Foto: Pixabay

 

SCHOOLMEDIA NEWS, Surakarta - Kota Solo hingga saat ini masih terkendala dalam meraih Kota Layak Anak (KLA) dengan kategori paripurna karena terganjal oleh iklan rokok yang masih ditemui di beberapa titik.

"Raperda Kawasan Tanpa Rokok ini sudah menjadi wacana selama dua tahun. Meski demikian, baru tahun ini bisa direalisasikan," kata Wakil Ketua Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok Kota Solo Sugeng Riyanto di Solo, Selasa, 30 Juli 2019.

Ia mengatakan wacana tersebut baru masuk ke pembahasan DPRD di akhir periode. Oleh karena itu, Sugeng mengatakan, hingga saat ini pansus tengah berupaya menyelesaikannya sebelum periode jabatan habis.

Sebagaimana diketahui, Kota Solo berhasil meraih status KLA dengan kategori utama sejak tiga tahun terakhir. Meski demikian, untuk naik ke kategori paripurna masih terganjal Iklan, Promosi, dan Sponsor (IPS).

"Selama ini Pemkot masih mengakomodasi iklan, promosi, dan sponsor," kata Sugeng.

 

Baca juga: Ada Iklan Rokok, KPPPA: Internet di Indonesia Belum Layak Anak

 

Pada pembahasan di DPRD, pihaknya memberikan usulan agar dilakukan pengaturan IPS atau paling tidak pemkot bisa membatasi.

Terkait hal itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Surakarta Widdi Srihanto mengakui manajemen reklame rokok menjadi kendala sulitnya kota tersebut dalam meraih predikat KLA kategori paripurna.

Widdi menjelaskan, pembatasan aturan iklan, promosi, dan sponsor bisa dilakukan setelah ada penetapan Perda Kawasan Tanpa Rokok.

"Kami tidak bisa langsung menghentikan karena kerja sama IPS ini kan menggunakan sistem kontrak. Jadi harus diselesaikan dulu kontraknya," katanya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan saat ini anak-anak menjadi target pemasaran industri rokok.

"Untuk keberlangsungan bisnis maka industri rokok ingin perokok tetap ada," kata Lisda.

 

Baca juga: Asap Rokok Picu Pneumonia Pada Balita

 

Ia mengatakan berdasarkan data hasil survei tahun 2015, 85 persen sekolah dikelilingi oleh iklan rokok. Sedangkan berdasarkan semua studi di dunia hampir sama hasilnya, yaitu 46 persen remaja berpendapat iklan rokok mempengaruhi mereka menjadi perokok.

Lisda menegaskan, iklan rokok harus dilarang karena rokok merupakan zat adiktif dan bukan produk normal, artinya dikenai UU Cukai karena konsumsi dikendalikan, peredaran diawasi sesuai UU Cukai.

"Pelarangan ini juga untuk mendenormalisasikan rokok. Selama ini orang melihat rokok itu normal, tidak berbahaya. Padahal sangat berbahaya," kata Lisda. 

Berita Regional Selanjutnya
Bupati: Tumpahan Minyak Pertamina Sudah Sampai ke Kepulauan Seribu
Berita Regional Sebelumnya
Legislator: Aset Daerah Belum Dikelola Maksimal

Berita Regional Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar