Ilustrasi korban pelecehan seksual, Foto: Pixabay
Pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana menyiapkan tenaga psikolog untuk mendampingi anak korban kekerasan seksual.
Kepala Dinas P3APPKB Sultra Andi Tendri Rawe Silondae mengatakan, selain tenaga psikolog juga disiapkan penasehat hukum untuk mengikuti perkembangan proses hukum pelaku.
"Psikolog bertugas memulihkan rasa trauma korban sehingga pada waktu tertentu dapat beraktivitas normal dan bergaul seperti biasa," kata Andi Tendri di Kendari, Selasa, 7 Mei 2019.
Selain pendampingan trauma korban, Andi menjelaskan, tenaga psikolog juga akan melakukan sesi tukar pikiran dengan pihak keluarga korban, khususnya orang tua.
"Orang tua ikut memikul beban mental akibat perlakuan tidak wajar terhadap anak sehingga memerlukan asupan pemikiran yang positif dari orang-orang dekat," kata Andi.
Baca juga: Komnas Perempuan Minta Semua Elemen Hentikan Kekerasan Pada Perempuan
Selain orang tua korban, Andi melanjutkan, juga teman-teman dekat korban dapat berperan mendekati korban untuk mengajaknya kembali bermain atau masuk sekolah.
"Pemulihan rasa trauma korban membutuhkan waktu yang relatif panjang. Orang tua dan para pihak yang melakukan pendampingan harus sabar," ujar Andi.
Ia menambahkan penanganan korban kekerasan anak dilakukan secara bersama-sama atau bergerak bersama antara Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sultra dan Kota Kendari.
Berdasarakan data P3APPKB Sultra, menyebutkan tujuh korban kekerasan anak yang diduga dilakukan oleh AP kini sedang dalam proses penyidikan Polres Kendari untuk diajukan ke pengadilan pidana umum.
Sebelumnya diberitakan, tujuh anak di bawah umur secara misterius hilang di Kota Kendari sejak Kamis, 25 April 2019, malam hingga Senin, 29 April 2019. Setelah hilang dari sekolah dan rumah selama beberapa jam, ketujuh bocah berjenis kelamin perempuan itu ditemukan di beberapa lokasi di Kota Kendari. Para korban berusia antara 10-12 tahun.
Saat warga dan orang tua menemukan para korban, mereka sudah dalam kondisi lemah. Tidak hanya itu, ketujuh korban diduga mengalami kekerasan seksual oleh pelaku penculikan sebelum ditemukan kembali.
Dari tujuh anak tersebut, enam anak korban penculikan ditemukan dengan beberapa bercak darah di pakaiannya. Sementara, satu anak diduga tidak sempat mengalami kekerasan seksual.
Laporan hilang pertama yakni dua anak di bawah umur pada Kamis (25/4/2019), di wilayah Kelurahan Kemaraya, Kota Kendari. Beberapa jam setelah itu, keduanya ditemukan di depan Kompleks Kantor Museum Sulawesi Tenggara pada malam hari.
Laporan kehilangan kedua, terjadi pada Jumat (26/4/2019). Awalnya, satu anak dilaporkan hilang dari rumahnya, kemudian menyusul satu laporan lagi soal hilangnya anak secara misterius. Keduanya ditemukan beberapa jam setelahnya.
Laporan ketiga, terjadi pada Minggu (28/4/2019). Satu anak hilang dan beberapa jam kemudian ditemukan warga dan orang tuanya. Laporan keempat, terjadi pada Senin (29/4/2019) sekitar pukul 15.30 Wita, seorang anak perempuan dijemput dari sekolah oleh seseorang yang mengaku pamannya.
Baca juga: Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual Dominasi Kekerasan di Ranah Publik
Orang tua korban yang berhasil ditemui, W, mengatakan langsung melaporkan ke Polsek Mandonga Kendari saat tidak menemukan anaknya di sekolah pada Senin (29/4/2019). Dia mengatakan, baru sadar jika anaknya hilang saat menjemputnya sekitar pukul 16.00 Wita dari sekolah.
Saat polisi melakukan penyelidikan, anak yang diduga hilang itu ternyata berada sekitar 20 kilometer di wilayah hutan di pinggiran Kota Kendari. Puluhan anggota Polres Kendari yang dipimpin langsung Kapolres Kendari AKBP Jemi Junaidi dan Kasat Reskrim AKP Diki Kurniawan langsung melakukan pengejaran.
Saat mengejar korban yang dibawa bersama pelaku, polisi sempat berpapasan dengan pelaku yang mengendarai sepeda motor matic. Anggota Polres Kendari kemudian berbalik arah dan mengejar pelaku yang membawa korbannya. Namun, saat akan dilakukan tindakan di tempat, polisi tak berani sebab pelaku ternyata membonceng korban.
"Pelaku menjadikan korban tameng, sambil terus melarikan sepeda motornya dengan kencang. Saat sudah terdesak, pelaku langsung mengerem tiba-tiba dan membanting sepeda motor sehingga dia dan anak itu jatuh di semak belukar di samping jalan," ujar Kapolres Kendari, AKBP Jemi Junaidi, Senin (29/4/2019).
Polisi yang mengendarai mobil langsung mengejar pelaku. Namun, pelaku melepas korban dan motor yang dikendarainya kemudian lari menghilang ke dalam hutan di pinggir jalan raya.
Setelah beberapa jam usai kejadian, terungkap jika motor matic yang digunakan pelaku adalah motor curian. Di dalam bagasi motor ditemukan selembar celana jeans dan tali pinggang diduga milik pelaku yang disimpan dalam kantong.
Setelah dilakukan penyelidikan, pelaku diduga merupakan salah seorang oknum anggota TNI yang bertugas di Yonif 725 Woroagi, Sulawesi Tenggara. Pelaku berinisial PAP. Informasi ini dikonfirmasi Komandan Kodim 1417 Kendari Letkol Fajar Luvti Haris Wijaya, Senin (29/4/2019). Namun, pelaku sudah desersi atau dipecat sejak setahun lalu. Pelaku udah tidak tercatat sebagai prajurit TNI. Pelaku masuk sebagai anggota TNI sejak 2015 di Yonif 725 Woroagi.
Tercatat, pelaku AP lahir di Desa Romean Kecamatan Yaru Kabupaten Maluku Tenggara, pada 21 Januari 1994. Dia sudah ditetapkan sebagai DPO pada 13 September 2018 oleh kesatuannya.
Informasi yang beredar, pelaku juga pernah melakukan kekerasan seksual pada seorang wanita pada 2016 dan sudah ditindak tegas kesatuannya. Namun, belum ada yang bisa dikonfirmasi soal informasi ini. Kini, pelaku sudah berada di tangan kepolisian setempat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tinggalkan Komentar