Pemerintah Siapkan 20.000 Kampung Iklim Untuk Adaptasi dan Mitigasi Bencana

 

 

Salah satu pojok kampung iklim yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Foto : Humas KLHK

 

Schoolmedia News, Jakarta - Indonesia menargetkan terbentuknya 20.000 kampung iklim pada tahun 2024, dalam upaya pengendalian perubahan iklim, hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara pembukaan Climate Adaptation Summit 2021, beberapa waktu yang lalu.

Target ini merupakan target ambisius, namun komitmen ini dapat terwujud jika seluruh pihak bergerak dan bersinergi. Proklim dapat menjembatani multipihak dan multilevel dalam aksi nyata pengendalian Perubahan Iklim sampai di level tapak. 

Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia. Hal ini dapat diamati dengan adanya perubahan pola, intensitas atau pergeseran parameter utama iklim seperti curah hujan, suhu, kelembaban, angin, tutupan awan dan penguapan. Perubahan iklim berdampak pada ekosistem
dan manusia di seluruh bagian benua dan samudera di dunia. Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan manusia, keamanan pangan, dan pembangunan ekonomi.

Baca  Juga   :  Tahun 2020 Tercatat 292.942 Ha Lahan Hutan di Indonesia Terbakar 


Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa suhu rata-rata Indonesia pada tahun 2016 lebih tinggi 1,2 derajat celcius dibandingkan normalnya yaitu berdasarkan suhu rata-rata Tahun 1981-2000. Hal ini melampaui rata-rata anomali suhu tahun 2015, yaitu sebesar 1 derajat celcius dibandingkan normalnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melaporkan bahwa terjadi kecenderungan kenaikan kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan puting beliung. Kejadian bencana hidrometeorologi yang diperparah dengan faktor antropogenik terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana saat ini tercatat mencapai 98 persen dari seluruh kejadian bencana di Indonesia.

Dengan kondisi tersebut maka upaya adaptasi dan mitigasi menjadi sangat penting dan mendesak untuk dilakukan guna menghindari bencana dan kerugian yang lebih parah akibat terjadinya perubahan iklim. Adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.  Mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim.

Upaya adaptasi dan mitigasi merupakan paket utuh pengendalian perubahan iklim yang harus dilaksanakan secara bersama-sama untuk meminimalkan risiko yang mungkin terjadi. Indonesia bersama dengan negara-negara lain di dunia telah menetapkan komitmen untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global tidak lebih dari 2C, di atas tingkat pada masa pra industrialisasi, dengan ambisi lebih lanjut untuk menekan kenaikan suhu sebesar 1,5C seperti tertuang dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang disahkan di Paris pada tahun 2015. Kesepakatan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan aksi nyata yang melibatkan seluruh elemenpara pemangku kepentingan. Ditegaskan dalam Kesepakatan Paris bahwa gaya hidup dan pola konsumsi-produksi berkelanjutan memegang peranan penting dalam penanganan perubahan iklim.

Terbentuknya Kampung Iklim dapat mendorong pencapaian Nationaly Determined Contribution (NDC). Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ruandha Agung Sugardiman) pada dialog virtual Kesiapan dan Strategi Para Pihak Mendukung 20.000 Kampung Iklim yang diselenggarakan Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim pada awal Februari lalu.

Untuk mendukung pencapaian target tersebut, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Sri Tantri Arundhati menyampaikan 8 langkah strategis yang perlu ditempuh yaitu: penguatan kapasitas pemda, penguatan kapasitas masyarakat, menjalin kemitraan multi pihak, mendorong kepemimpinan di tingkat lokal, mendorong komitmen para pihak, penyebarluasan keberhasilan, meningkatkan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna, serta mendorong optimalisasi potensi sumber pendanaan.

Hadir sebagai pembicara Prof. Rizaldi Boer (IPB), menyampaikan bahwa 20.000 kampung iklim ini realistis untuk dibangun, karena untuk menekan desa-desa yang mengalami ancaman peningkatan tingkat risiko iklim yang jumlahnya lebih dari 20.000 dengan tingkat risiko emisi yang juga tinggi. Disampaikan pula dengan kolaborasi pentahelix, yaitu kolaborasi antar Pemerintah, Pebisnis, Akademisi, Masyarakat dan Media target 20.000 tidak mustahil dapat tercapai.

Dalam rangkaian kegiatan ini, disampaikan materi tentang kesiapan dan strategi para pihak menuju 20.000 kampung iklim oleh pemerintah daerah, masyarakat, pendamping masyarakat, mitra pembangunan, dan dunia usaha yang dipandu oleh Bapak Soeryo Adi Wibowo. Disamping itu, juga disampaikan materi dengan tema yang sama oleh kementerian/lembaga terkait dan perguruan tinggi serta modalitas perangkat pendukung pencapaian target oleh Tim Teknis ProKlim KLHK yang dipandu oleh Ibu Brigitta Isworo Laksmi. Dialog virtual ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dari instansi/lembaga terkiat melalui aplikasi zoom cloud meeting dan kanal youtube.

Hadir sebagai pembicara dari Kementerian/ Lembaga yaitu dari BPDLH - Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Kesehatan LIngkungan - Kementerian Kesehatan, Direktorat Kesiapsiagaan Bencana - BNPB, serta Direktorat Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan - Kementerian Desa PDTT.

Pemerintah Daerah diwakili oleh DLHK Provinsi Aceh, DLH Provinsi Jawa Barat, DLH Provinsi Kalimantan Selatan, DLH Provinsi Sulawesi Barat, DLH Provinsi Maluku, DLH Kota Tanjungpinang, DLH Kota Samarinda, DLH Kabupaten Magelang, DLH Kabupaten Bone, dan DLH Kabupaten Manokwari Selatan.

Pada kesempatan ini, Hadir Pula Bapak Sarwono Kusumaatmadja selaku Dewan Pertimbangan Perubahan Iklim yang menyampaikan bahwa ketahanan kita sebagai bangsa/nasional sangat ditentukan oleh simpul-simpul ketahanan dalam unit komunitas yang terkecil termasuk pelaksanaan ProKlim. Dimana ada kohesi sosial disitu ada potensi untuk menimbulkan ketahanan iklim, ketahanan pangan dan ketahanan energi.

Selain Bapak Sarwono Kusumaatmadja, hadir pula Bapak Rachmat Witoelar yang mengingatkan kita semua bahwa dalam semua inisiatif kita, paradigma climate change agar menjadi concern utama. Dengan demikian kita bisa membersihkan lingkungan kita sekaligus lingkungan dunia.

Selain dari unsur pemerintah, Perguruan Tinggi pun turut berpartisipasi dalam dialog ini, yang diwakili oleh Prof. Arifin dari Universitas Brawijaya dan Dr. Abdul Rauf dari Universitas Tadulako. Pada tingkat tapak hadir sebagai pembicara yaitu perwakilan Proklim Lestari (ProKlim Lestari Ngadirejo, Proklim Lestari Sidoarjo, Proklim Lestari Salassae, dan Proklim Lestari Mukti Jaya). Dialog ProKlim kali ini menghadirkan juga pemateri yang mewakili pendamping masyarakat (Glintung Go Green, CIS Timor), dunia usaha (PT. Pertamina, PT. Astra Internasional, PT. Indocement), dan lembaga mitra pembangunan (Proyek FIP-1 dan BCCPGLE-KFW).

Penulis   : Eko Schoolmedia 

Editor     " Burhan Schoolmedia 

 

Komentar

250 Karakter tersisa