Hati-hati, Mom! Obesitas pada Anak Sebabkan Komplikasi

 

Schoolmedia News Jakarta ---- Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas pada anak rentan terjadi berbagai penyakit yang sulit dikelola. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Anak gemuk memang menggemaskan, tapi kondisi ini bukan berarti tidak bisa menimbulkan risiko kesehatan, seperti obesitas. Obesitas pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bila si kecil sudah mengalami obesitas, berikut gejala, komplikasi, dan cara mengatasi kondisi kelebihan berat badan ini. Berikut penjelasannya.

Dikutip dari Mayo Clinic, tidak semua anak yang kelebihan berat badan disebut obesitas. Lemak yang mengumpul di tubuh anak menjadi bekal untuk pertumbuhan dan perkembangan si kecil.

Bagi anak yang berusia kurang dari 5 tahun, berat badan ideal diukur lewat kurva yang dirancang oleh Kementerian Kesehatan Indonesia seperti di bawah ini:

Berat badan anak yang lebih dari rentang tersebut menandakan anak kelebihan berat badan atau obesitas.

Lalu, apa yang membuat anak disebut obesitas? Melansir dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak bisa disebut obesitas ketika berat badannya lebih dari +3 SD grafik pertumbuhan.

Sementara itu, dikatakan kelebihan berat badan atau overweight adalah ketika berat badan anak lebih dari +2 SD grafik pertumbuhan yang dibuat oleh WHO.

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Winra Pratita mengatakan gejala klinis pada anak obesitas dilihat dari wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, pada leher tampak pendek, terdapat acanthosis nigricans (bercak kehitaman di belakang leher).

Kemudian pada dadanya terlihat membusung dengan payudara membesar dan napas berbunyi (mengi). Pada perut terlihat membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat.

“Pada ekstremitas sering juga tungkai berbentuk X akibat kenaikan berat badan yang sangat berlebihan dalam waktu yang singkat. Kemudian gerakan panggul terbatas, dan pada sistem reproduksi laki-laki penis tampak kecil,” katanya pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu (2/3).

Namun untuk pemeriksaan lebih tepatnya diperlukan pemeriksaan antropometri mencakup berat badan, panjang badan atau tinggi badan indeks massa tubuh.

Selain gejala klinis, obesitas pada anak bisa menyebabkan komplikasi mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dari kepala sang anak kemungkinan cepat depresi, dan percaya diri rendah akibat obesitas.

Kemudian di bagian paru-paru, anak kemungkinan bisa mengalami asma atau sleep apnea pada saat tidur. Sleep apnea merupakan gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan seseorang berhenti sementara selama beberapa kali. Hal ini bisa ditandai dengan mengorok saat tidur.

Di bagian jantung, kemungkinan bisa terjadi kelainan jantung, atau kolesterolnya tinggi, atau bisa juga peningkatan tekanan darah. Pada bagian hati, terjadi perlemakan, dan pada perut anak bisa mengalami gerd.

Selanjutnya pada pankreas bisa beresiko diabetes tipe 2. Pada lutut bisa terjadi artritis atau nyeri pada sendi.

“dan bisa juga kakinya bengkok akibat penimbunan berat badan yang sangat masif dalam waktu yang sangat singkat. Tak hanya itu, bagian reproduksinya biasanya kalau anak perempuan bisa jadi menstruasinya tidak teratur atau mungkin lebih cepat daripada kawan-kawannya. Itu yang harus kita hindari,” tutur dr. Winra.

Untuk pencegahannya, lanjut dr. Winra, pada bayi 0-12 bulan ibu didorong memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, kemudian anak diberikan MPASI dengan cara yang benar. Orang tua didorong untuk menawarkan makanan baru secara berulang untuk menghindari minuman manis.

Pada bayi 12 – 24 bulan ibu harus menghindarkan anak dari minuman manis, hindari konsumsi jus dan kental manis yang berlebihan. Setiap anggota keluarga harus dibiasakan makan bersama di meja makan kemudian televisi dimatikan selama proses makan.

“Yang harus diperhatikan, orang tua tidak boleh membatasi jumlah makan tapi memastikan bahwa makanan yang tersedia sehat serta disertai buah dan sayuran. Makanan selingan hanya diberikan sebanyak 2 kali dan hanya menawarkan air putih bila haus bukan minuman manis,” ucap dr. Winra

Selanjutnya, anak tidak boleh diberikan makanan berkalori tinggi sebagai cemilan, anak juga harus mempunyai kesempatan aktif secara fisik untuk bermain di luar rumah. Batasi nonton TV, tidak meletakkan televisi di kamar tidur anak, lalu orang tua juga harus menjadi model percontohan untuk selektif dalam menentukan makanan yang dikonsumsi oleh anak.

“Hargai selera makan anak, jadi anak harus diberi makanan sesuai rasa lapar dan rasa kenyang anak. Tidak memaksakan harus habis satu porsi,” ucapnya.

Faktor Risiko Obesitas Pada Anak

 

  • Genetik : Genetik atau faktor keturunan. Selain itu Obesitas diakibatkan oleh pola makan dan gaya hidup anak yang serupa dengan orangtuanya.
  • Kebiasaan Makan : Sering mengonsumsi makanan siap saji dan olahan. Makanan siap saji dan olahan cenderung tinggi lemak dan gula namun rendah serat. Makanan berlemak dan bergula mempunyai kepadatan energi yang tinggi.
  • Penurunan Aktivitas Fisik : Dengan kemajuan teknologi, Anak akan memanfaatkan waktu luang dengan bermain di dalam rumah dibanding di luar rumah. Mereka lebih gemar menonton TV / video, bermain gadget, game komputer/ videogame. Menonton TV lebih dari 5 jam dapat meningkatkan risiko Obesitas.
Komentar

250 Karakter tersisa