Schoolmedia News Jogyakarta --- ASEAN Gender Mainstreaming Conference atau Konferensi Pengarusutamaan Gender ASEAN resmi dibuka dan diselenggarakan di Provinsi Yogyakarta, Selasa (04/07). ASEAN Committee on Women Indonesia, sekaligus Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N. Rosalin menyatakan konferensi ini bertujuan untuk untuk mempercepat implementasi Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN atau ASEAN Gender Mainstreaming Strategic Framework (AGMSF), mendapatkan komitmen dukungan dari pimpinan senior ASEAN dan mitra dialog serta mendorong kolaborasi berkelanjutan.
“Konferensi ini sangat penting karena bertujuan untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pimpinan senior ASEAN dan mitra dialog. Bersama-sama, kita ambil pelajaran berharga dan praktik baik mengenai isu-isu gender dan inklusi di tiga komunitas ASEAN. Dengan mendorong kolaborasi berkelanjutan antara ASEAN dan para mitra, kita dapat mempercepat implementasi Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN (AGMSF) dan mencapai kemajuan menuju tujuan bersama kita,” ujar Lenny.
Lenny juga mengungkapkan, Provinsi D.I Yogyakarta dipilih sebagai lokasi konferensi karena memiliki tradisi kota yang mengakar dan keramahtamahan yang hangat, suasana ini dapat menjadi inspirasi untuk memperkuat komitmen dalam memajukan kesetaraan dan inklusi gender di kawasan ASEAN.
“Melalui upaya kolektif bersama, kita dapat mengatasi beragam tantangan yang dihadapi oleh wilayah kita, dan memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal (no one left behind). Dengan memanfaatkan pengetahuan dan keahlian dari semua yang hadir di ruangan ini, kita dapat mendorong perubahan yang berkelanjutan, meningkatkan kesetaraan gender, dan memberdayakan perempuan dan anak perempuan dalam semua aspek kehidupan,” tutur Lenny.
Lenny kemudian memaparkan bahwa dalam Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN (AGMSF) mencakup 4 (empat) tujuan utama. Pertama, bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan, institusi, dan praktik ASEAN mewujudkan prinsip-prinsip keadilan, pemerataan, dan inklusivitas. Kedua, berfokus pada peningkatan manajemen pengetahuan, kompetensi teknis, dan pembangunan kapasitas di bidang gender dan inklusi. Ketiga, AGMSF berupaya memastikan bahwa kebutuhan perempuan dan anak perempuan di kawasan ASEAN tercermin dalam kebijakan dan rencana aksi lintas sektor dalam tiga Komunitas ASEAN. Terakhir, AGMSF mendukung proses dan inisiatif antar pemerintah oleh negara-negara anggota ASEAN yang berfokus pada pengarusutamaan gender dan penanganan isu-isu terkait gender.
“Dalam melaksanakan AGMSF, masih terdapat beberapa isu dan tantangan, diantaranya seperti tingkat kesadaran dan pemahaman tentang AGMSF yang masih sangat terbatas termasuk keterbatasan kapasitas dan sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan dan program terkait gender, pengakuan yang rendah dari laki-laki atas kesempatan yang sama, budaya yang juga menjadi faktor utama menghambat partisipasi perempuan, dan tantangan tematik khusus lainnya seperti isu petani perempuan dan perempuan di daerah bencana yang perlu dikaji dalam pendekatan kebijakan khusus,” ujar Lenny.
Lenny kemudian menyebutkan Rekomendasi Kebijakan secara umum yang diusulkan dan diidentifikasi, diantaranya seperti perlunya membangun kesadaran dan pemahaman di dalam masing-masing Sectoral Bodies, mentransformasikan mandat pengarusutamaan gender menjadi komitmen untuk melakukan inisiasi Pengarusutamaan Gender dalam kebijakan dan program, mendukung rencana implementasi Pengarusutamaan Gender dan berkomitmen pada implementasinya, memastikan pengumpulan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia, dan disabilitas, membangun kerangka pemantauan pada operasi dan program, serta menciptakan dan mengembangkan koordinasi dan komunikasi yang jelas.
Sementara itu, Director General Planning and International Cooperation Department Lao Women’s Union, Soukphaphone Phanit, yang pada kesempatan ini mewakili Chair of ASEAN Committee on Women mengatakan pentingnya mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan untuk mencapai keberhasilan pembangunan, perdamaian, dan pembangunan. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama untuk memastikan perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, kesehatan, peluang ekonomi, dan partisipasi politik.
Pada sesi pertama, Soukphaphone Phanit menjelaskan secara umum mengenai Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN (AGMSF), yang diadopsi Para Pemimpin ASEAN saat berlangsungnya KTT ASEAN ke-40 dan ke-41 pada November 2022. Hal ini menyusul pengesahan dari ACW dan ACWC melalui konsultasi ad-referendum pada 3 Maret 2021, dan persetujuan ASEAN Ministerial Meeting on Women (AMMW) pada 29 Oktober 2021.
“AGMSF memberikan landasan untuk pengembangan Rencana Implementasi 4 (empat) tahun, yang dianggap sebagai salah satu langkah dari strategi jangka panjang untuk mempromosikan pengarusutamaan gender di tingkat ASEAN dan masing-masing negara anggota,” jelasnya.
Ia kemudian mengatakan bahwa terdapat 2 (dua) Fase Pengarusutamaan Gender, yaitu Fase Pertama pada 2021 – 2025 dan Fase Kedua pada 2025 – 2035. Fase Pertama (2021 – 2025), akan berfokus pada pembangunan komitmen dan kapasitas yang lebih besar di ketiga pilar Komunitas ASEAN, dan mulai mengubah cara kerja ASEAN. Fase Pertama ini juga memastikan bahwa pertimbangan gender dan inklusi menjadi bagian integral dari desain, implementasi, pemantauan, dan pembelajaran pada semua program.
“Sementara itu, untuk rencana implementasi Pengarusutamaan Gender 2023 – 2035, tujuannya adalah memberikan serangkaian tindakan kunci yang terfokus untuk membangun pembangunan dasar yang diperlukan untuk visi jangka panjang ASEAN mengenai Gender Equality and Social Inclusion (GESI), dan membangun minat dan praktik Sectoral Bodies tentang gender dan inklusi sebagai cara untuk menunjukkan hal yang dapat dilakukan ASEAN, meningkatkan kesadaran akan isu-isu tersebut, serta membangun motivasi dan komitmen,” tuturnya.
Konferensi Pengarusutamaan Gender ASEAN yang juga berfungsi sebagai platform untuk berbagi praktik terbaik, pendekatan inovatif, dan kisah sukses dalam pengarusutamaan gender dari seluruh kawasan ASEAN ini berlangsung dalam beberapa sesi. Sesi Pertama, yaitu pengenalan tentang Pengarusutamaan Gender ASEAN, Kerangka Strategis dan rencana implementasinya. Sesi Kedua, yaitu Pengarusutamaan Gender sosial budaya ASEAN Masyarakat. Sesi Ketiga, Pengarusutamaan Gender dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Sesi Keempat. Pengarusutamaan Gender dalam Keamanan Politik ASEAN Masyarakat. Selajutnya, akan diakhiri dengan sesi Diskusi Pleno pada Rekomendasi di masing-masing pilar komunitas ASEAN.
Konferensi ini juga merupakan agenda lanjutan dalam serangkaian agenda pertemuan tingkat regional ASEAN yang diselenggarakan oleh KemenPPPA dalam rangka mendukung Keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2023. Sebelumnya, telah diselenggarakan Rapat Ke-2 Komite Pengarah Pengarusutamaan Gender di tingkat regional ASEAN (the 2nd AGMSC Meeting) pada Senin, 3 Juli 2023, di D.I. Yogyakarta, dan selanjutnya, akan diselenggarakan agenda Kunjungan ke Desa Ramah Perempuan dan Anak, serta Dialog Tingkat Tinggi ASEAN tentang Perempuan, Keamanan, dan Perdamaian (WPS Summit: High-Level Dialogue).
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar