Cari

Sosok

Ini Cara Juri Muda OSN 2019 Mencintai Indonesia

Iqbal Hakim, Foto: Kemdikbud

 

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (IT) jurusan Planologi, semester 5, yakni Iqbal Hakim merupakan juri muda di Olimpiade Sains Nasional 2019. Meski terbilang usia muda, namun ia sudah bergabung menjaadi tim juri di ajang bergengsi di bidang lomba Geografi jenjang SMA.

Kontribusi Iqbal dalam kompetisi secara nasional ini juga terlihat dari aktivitas Iqbal menjadi pembina dalam pelatihan nasional (pelatnas) bagi peserta olimpiade geografi internasional. Ia melakukan itu semua karena menurutnya, itulah cara yang dapat ia "bayar" kembali kepada negara karena ia telah difasilitasi untuk ikut dalam Olimpiade Geografi Internasioal atau International Geography Olympiad (IGeO). Selain itu, ia juga menerima beasiswa kuliah S1 melalui jalur undangan, tanpa harus mengikuti seleksi tertulis.

"Saya merasa terbantu oleh Negara. Maka, saya pun harus membantu negara kembali sebagai wujud rasa terima kasih saya. Selain itu saya juga bisa membantu generasi baru di bidang geografi," kata Iqbal di Manado, Selasa, 2 Juli 2019.

Iqbal menjelaskan, ia bisa menjadi juri OSN bidang Geografi karena pengalamannya mengikuti kompetisi internasional dan menjadi asisten dalam pelatnas. 

Biasanya, kata Iqbal, alumni olimpiade sains internasional akan diminta bantuan untuk menjadi asisten pelatnas di tahun berikutnya. Kemudian jika penilaiannya baik, maka selanjutnya dapat direkrut menjadi juri OSN.

Saat SMA, Iqbal bercerita, ia pernah menjadi peserta OSN bidang Geografi tahun 2016 di Palembang. Ia berhasil meraih medali perak. Ia pun terpilih untuk mengikuti lomba Geografi tingkat internasional (IGeO) di Serbia pada tahun 2017. 

“Alhamdulillah, saya mendapatkan medali emas saat pertandingan internasional tersebut," ujar lulusan SMA Lab School Kebayoran itu.

Menurut Iqbal, teknik belajar yang diterapkan dalam bidang geografi tidak dapat dipelajari sekaligus karena cakupan bidang ini sangat luas dan beririsan dengan bidang lainnya seperti fisika dan matematika.

Ia berujar bahwa teknik belajar sistem  kebut semalam tidak bisa ia terapkan pada dirinya.

"Belajar geografi tidak bisa dengan sistem kebut semalam. Harus dipelajari satu-persatu secara mendalam setiap minggunya, dan ketika akhir bulan langsung dapat di-review secara menyeluruh," ujar Iqbal.

Pria kelahiran Tangerang, 2 Februari 1999 itu menuturkan, soal-soal olimpiade bidang geografi mayoritas berupa hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan diterapkan dalam bentuk teori. 

Sebagai siswa pencinta alam, ketertarikan Iqbal di bidang geografi dimulai ketika ia naik gunung saat masih duduk di bangku SMA. Di gunung, kata Iqbal, ia menemui hal-hal yang dipelajarinya di sekolah tentang geografi.

“Sangat menyenangkan naik gunung sambil belajar geografi. Banyak ilmu yang terpakai selama di sekolah. Jadi jika mau menjadi ahli geografi, tidak boleh hanya di kelas saja, harus terjun langsung ke alam karena geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar," ujar mahasiswa ITB jurusan Perencanaan Wilayah Kota atau Planologi itu.

Menurut Iqbal, salah satu kelemahan anak-anak Indonesia dalam olimpiade geografi ada pada ujian praktik di lapangan. 

Selain logika berpikir dan pengetahuan tentang geografi, Iqbal mengatakan, peserta olimpiade juga harus memiliki fisik yang kuat karena mereka harus terjun langsung ke lapangan dengan kondisi wilayah yang berbeda-beda. 

Maka, dengan menaikkan standar bidang geografi khususnya potensi di lapangan, Iqbal berharap Indonesia mampu terus bersaing dengan negara-negara lain di kancah internasional. 

Tokoh Selanjutnya
Etmon Nahuwa, Berani Berprestasi di Tengah Keterbatasan
Tokoh Sebelumnya
3 Siswa MAN 2 Mataram Siapkan Diri Hadapi World Scholar's Cup di Sidney 

Tokoh Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar