Ilustrasi tsunami, Foto: Pixabay
Ratusan korban gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), berkumpul dan menggelar kongres menuntut hak korban setelah lima bulan bencana menghatam wilayah tersebut.
"Hari ini kita menyatukan tuntutan, keinginan, pendapat," kata salah satu orator Kongres Korban Bencana Pasigala (Palu, Sigi, dan Donggala), Senin, 11 Maret 2019.
Terdapat lima poin tuntutan korban bencana Pasigala, yang berkumpul di depan Kantor Wali Kota Palu. Pertama, menolak mekanisme dana stimulan yang berbelit. Kedua, ganti rugi lahan dan menolak direlokasi. Ketiga, bayarkan segera santunan duka. Keempat, ganti rugi harta korban jarahan. Kelima, talangi utang korban.
Para korban bencana alam tersebut meminta agar negara hadir untuk bertanggung jawab terhadap korban di Sulteng. Mereka mendesak agar tuntutan tersebut harus disetujui oleh negara untuk pemulihan kedepan.
Baca juga: Ini Permintaan Anak yang Selamat dari Bencana Tsunami Lampung
Mewakili korban bencana gempa dan likuifaksi Sigi, Imran Latjedi mengemukakan, pemerintah dalam melakukan penanganan pascabencana dan pemulihan tidak berkoordinasi serta berdialog dengan korban.
"Korban tidak pernah diajak berdialog dalam penanganan korban," ujar Imran.
Padahal mestinya, menurut Imran, pemerintah perlu berdialog dengan korban, agar langkah penanganan dan pemulihan pascabencana tepat sasaran.
Hunian sementara (Huntara), kata Imran, yang dibangun oleh pemerintah tidak representatif. Hal itu merupakan akibat dari tidak adanya dialog dalam pembangunan Huntara oleh pemerintah dengan masyarakat.
"Proses pemulihan harus melibatkan korban. Huntara yang dibangun tidak melibatkan korban," ujar Imran.
Baca juga: Atasi Bencana, Kementerian ESDM Bangun 3 Pusat Riset Kegeologian
Korban mengatakan, tidak pernah diajak berdialog dalam penanganan pascabencana, pembangunan Huntara maupun relokasi untuk pembangunan hunian tetap(Huntap). Karena itu, Imran menilai, pemerintah tidak melakukan dialog dengan korban, sama halnya pemerintah melalaikan tugasnya dalam penanganan pascabencana.
"Pemerintah tidak menempatkan diri sebagai orang tua, sebagai orang yang dituakan dalam penanganan korban pascabencana. Padahal, korban mengharapkan pemerintah bertindak sebagai orang yang dituakan, agar dapat berdialog," kata Imran.
Dalam aksi tersebut, sejumlah korban bencana dari 127 shelter pengungsian di Palu, Donggala dan Sigi berkumpul menuntut hak dalam kongres bencana pasigala.
Tinggalkan Komentar