Cari

DKI Jakarta, Kota Adm. Jakarta Pusat

Pelaku Pelecehan Seksual Atlet Anak Divonis Bebas, Kemen PPPA: Kawal Hingga Tuntas

Ilustrasi korban pelecehan anak, Foto: Pixabay

 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berkomitmen mengawal kasus pencabulan terhadap anak yang berinisial R (16) hingga tuntas. Pernyataan ini keluar setelah kementerian menerima laporan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kab. Penajam Paser Utara tentang bebasnya terdakwa kasus tersebut di Samarinda, Kalimantan Timur.

“Kemen PPPA akan bersurat langsung kepada Mahkamah Agung terkait permohonan Kasasi yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menghimbau Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Penajam Paser Utara, dan berbagai LSM pemerhati anak agar juga melakukan hal yang sama, sehingga pelaku mendapatkan sanksi hukum yang setimpal dan sesuai dengan rasa keadilan," kata Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kemen PPPA, Valentina Gintings melalui keterangan tertulis yang diterima news.schoolmedia.id, pada Rabu, 20 Februari 2019.

Ia berharap, semua pihak dapat terlibat secara langsung dalam mengawal kasus pelecehan terhadap atlet anak hingga kasus ini berakhir.

Sebelumnya diberitakan, kasus pencabulan terhadap R yang dilakukan pelatih beladiri berinisial AG (35) terjadi di GOR Bulu Tangkis Palaran lantai 2 Kota Samarinda pada Januari 2018. Kasus ini telah disidangkan sebanyak 3 kali. Dari sidang tersebut, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Samarinda melalui Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Samarinda Nomor: 822/Pid.Sus/2018/PN.Smr tanggal 18 Desember 2018 memvonis terdakwa dengan bebas murni.

Lebih lanjut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menyerahkan memori kasasi kasus tersebut kepada Panitera Negeri Samarinda pada 9 Januari 2019. Hal ini didorong atas alat bukti dan alat bukti petunjuk yang terkuak saat persidangan. 

Dalam memori kasasi tersebut juga disampaikan bahwa putusan Majelis Hakim hanya mempertimbangkan keterangan terdakwa yang mengaku tidak pernah melakukan pelecehan seksual dan mengabaikan fakta hukum dari saksi yang diajukan pihak korban.

“Kami sangat menyayangkan keputusan hakim atas kasus ini. Hakim mengenyampingkan pendapat ahli, yakni Inneke Molek Indrati, selaku psikolog yang mendampingi anak korban dan berpatokan pada ekspresi anak korban yang tampak biasa saja dan dinilai tidak menunjukkan ekspresi anak yang menderita trauma psikis berat seperti anak pada umumnya yang baru saja diperlakuan tidak pantas yang menyimpang dari norma kesusilaan. Selain itu, hakim juga dinilai tidak mempertimbangkan fakta hukum dari keterangan saksi M yang pernah melihat secara langsung bahwa pelaku melakukan tindakan tidak senonoh di sebuah hotel di Kota Semarang pada Tahun  2017,” ujar JPU Kejaksaan Negeri Samarinda, Agus Purwantoro.

Kemen PPPA akan mengawal kasus pelecehan anak di Samarinda, Kalimantan Timur hingga tuntas, Foto: Dok Kemen PPPA

 

Dalam mengawal kasus ini, Kemen PPPA menggandeng pakar anak, Hadi Utomo. Ia telah lama berkecimpung pada pendampingan anak korban pencabulan dan kekerasan seksual. Menurutnya, anak korban umumnya sulit untuk mengungkapkan peristiwa yang menimpa dirinya kepada orang lain, terlebih dalam situasi persidangan. Saksi ahli sebaiknya diperuat juga dengan melibatkan tenaga pendamping anak korban kekerasan.

“Statement psikolog harus ditunjang dengan keterlibatan LSM atau tenaga pendamping yang terbiasa menangani kasus serupa. Keterangan dan ekspresi dari LSM secara tidak langsung mewakili penderitaan korban. Tanpa ini, Hakim dianggap tidak mampu menangkap apa yang dirasakan anak korban secara utuh, ia hanya akan menangkap ekspresi luar saja," kata Hadi menuturkan.

Selain itu, Hadi menambahkan, dalam Konvensi Hak Anak (KHA) Pasal 12, khusus persidangan pidana, beberapa kali pertemuan dengan anak harus dibantu oleh tenaga profesi atau pendamping untuk membantu Aparat Penegak Hukum dalam menerjemahkan dan memperkaya informasi dari respon yang diberikan oleh anak korban.

"Kita tidak bisa sepenuhnya mengandalkan informasi dari penyidik," kata Hadi menegaskan.

Jika keputusan ini keliru, Valentina menambahkan, peristiwa ini akan membuka peluang terjadinya kasus yang sama pada anak-anak latihnya. 

Berita Regional Selanjutnya
Manfaatkan Lahan Kosong, Warga Surabaya Giat Terapkan Urban Farming
Berita Regional Sebelumnya
Udara Terganggu Akibat Kebakaran Hutan, Dinkes Dumai Sebar 14.000 Masker ke Masyarakat

Berita Regional Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar