Ilustrasi sampah di laut, Foto: Pixabay
Deklarasi Bangkok dan Kerangka Aksi ASEAN tentang Sampah di Laut menunjukkan bahwa aksi kolektif regional dapat merespons persoalan bersama. Namun Greenpeace menyayangkan keduanya belum menyentuh hulu persoalan.
Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi dalam keterangan tertulis, mengatakan kedua kesepakatan tersebut gagal mengatasi masalah pencemaran plastik pada akarnya. Karena, kata Muharram, dalam Deklarasi Bangkok tersebut lebih fokus pada pengelolaan limbah ketimbang tindakan untuk mengurangi produksi plastik sekali pakai sehingga tidak berakhir sebagai sampah.
Plastik, kata Muharram, adalah masalah polusi, bukan sekadar masalah sampah. Maka, plastik harus ditangani sepanjang siklus hidupnya, mulai dari produksi, konsumsi hingga akhir siklus hidupnya.
Baca juga: Akademisi Ingatkan Pencemaran Laut Tidak Hanya Sampah Plastik
Membatasi ruang lingkup Kerangka Aksi untuk sampah di laut, kata Muharram, artinya hanya melihat permasalahan plastik pada ujungnya saja, setelah polusi plastik tercipta, seperti persoalan buruknya sistem daur ulang, pengelolaan dan pembuangan limbah.
"Seharusnya semua negara ASEAN fokus ke hulu persoalan dengan secara drastis mengurangi produksi plastik sehingga dapat berimbas pada turunnya pencemaran akibat sampah plastik," ujar Muharram.
Untuk mengurangi polusi plastik secara efektif, baik di darat atau di laut, Muharram mengatakan, negara-negara ASEAN harus bertindak lebih fundamental daripada Kerangka Aksi ini dan mewujudkan kebijakan di dalam negeri masing-masing yang memastikan lebih sedikit plastik sekali pakai yang akan diproduksi.
Hal ini, kata Muharram, dapat dilakukan melalui peraturan larangan plastik sekali pakai dan undang-undang yang akan memfasilitasi perancangan ulang sistem pengemasan dan pengiriman produk.
"Yang paling mendasar, Kerangka Aksi ini belum mengatasi masalah impor sampah plastik. Negara-negara ASEAN telah berjuang melawan perdagangan sampah plastik yang memiliki konsekuensi ekologis dan sosial yang serius, namun tidak adanya tindakan dari ASEAN tentang masalah perdagangan sampah plastik, termasuk untuk daur ulang, sangatlah mengkhawatirkan, padahal KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) ini adalah waktu terbaik untuk membahas penyelesaiannya," kata Muharram.
Greenpeace merekomendasikan agar ASEAN menerapkan larangan segera pada semua impor sampah plastik, bahkan yang dimaksudkan untuk daur ulang dan memastikan semua negara ASEAN meratifikasi Amandemen Konvensi Basel tentang perdagangan sampah plastik.
Baca juga: Ratifikasi Perjanjian Batas ZEE Indonesia - Filipina Selesai
Selain itu, Muharram melanjutkan, ASEAN agar segera menetapkan kebijakan regional yang holistik untuk mengurangi produksi kemasan dan produk plastik sekali pakai secara masif, serta memfasilitasi inovasi pada kemasan yang dapat digunakan kembali dan sistem pengiriman alternatif.
Kemudian, kata Muharram, ASEAN juga harus memajukan kerangka ekonomi sirkular yang berkelanjutan, etis, dan berdasarkan pada pendekatan nol sampah (zero waste) yang melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.
Tak hanya itu, juga harus memungkinkan kawasan ASEAN untuk memisahkan pertumbuhan ekonomi dari ekstraksi, produksi, konsumsi, dan pemborosan sumber daya yang berlebihan.
Tinggalkan Komentar