Foto: Google Maps
Schoolmedia News, Jakarta – Kita pasti sudah sering mendengar cerita tentang Segitiga Bermuda yang misterius. Perairan di Samudera Atlantik ini terkenal karena reputasinya yang sering menjadi lokasi menghilangnya pesawat dan kapal yang melintasinya. Selama berpuluh-puluh tahun telah banyak teori yang menjelaskan bagaimana kendaraan-kendaraan tersebut bisa menghilang begitu saja.
Pengamat yang skeptis biasanya mendasarkan teori mereka dengan basis sains, tapi ada juga pengamat yang mengaitkan dengan fenomena supernatural, relijius bahkan ekstraterestrial. Tak hanya ada di Samudera Atlantik, Segitiga Bermuda juga ada di Indonesia, yaitu di perairan Masalembo. Segitiga Masalembo sendiri adalah sebuah garis khayal yang menghubungkan Pulau Bawean, Kota Majene, dan Kepulauan Tengah di Laut Jawa dan termasuk wilayah perairan Masalembo.
Berbagai Kecelakaan pada titik ini membuat banyak orang menyebut kepulauan Masalembo adalah Segitiga Bermuda versi Indonesia. Kecelakaan tragis yang menimpa KMP Tampomas II pada 27 Januari 1981 silam menjadi salah satu kecelakaan yang terjadi di perairan Masalembo. Ada pula kecelakaan pesawat Adam Air pada tahun 2007.
Baca juga: Cara Turunkan Berat Badan Untuk Kamu yang Malas Olahraga
Menurut ahli, Segitiga Masalembu secara geografis terletak di pertigaan antara Selat Makassar, Laut Jawa, Laut Flores, dan Selat Lombok. Lokasinya inilah yang diduga menciptakan kekuatan fisis interaksi laut dan atmosfer secara alami, yang mana turut membuat kecelakaan potensial terjadi di wilayah ini.
Ada teori yang menyebutkan bahwa faktor alam di kawasan tersebut memang berpotensi menimbulkan bencana. Kawasan Masalembo dicurigai sebagai titik munculnya fenomena alam yang disebut air pocket atau kantung udara. Air pocket adalah kondisi di mana udara mengalir dalam kecepatan tinggi. Pesawat yang kebetulan terbang di atasnya bisa dengan tiba-tiba tersedot ke bawah atau terpental.
Lantas perairan di kawasan tersebut juga berbahaya dengan adanya perairan dalam yang berputar. Hanya saja kedua fenomena alam tadi belum dipastikan sebagai penyebab dari segala rentetan musibah. Pasalnya sebelum penelitian atas bangkai pesawat atau kapal dilakukan, belum ada yang bisa memastikannya. Sementara penelitian untuk kebutuhan ini saja masih sulit dilakukan mengingat bangkainya ada yang raib dan tenggelam.
Tinggalkan Komentar