Cari

null, null

Perlu Gerakan Nasional Pendidikan Inklusif dan Media Lebih Banyak Tampilkan Sosok "Hero" ABK

 

Schoolmedia News Tangerang --- Terdapat tiga dimensi yang harus dilakukan dalam pengembangan Pendidikan Inklusi di Indonesia, Pertama yaitu dimensi membangun nilai, respek dan toleransi. Yang sesungguhnya di Indonesia terkait norma, etika dan budaya tidak kurang, Hanya saja masyarakat kita tidak terbiasa untuk melihat bahwa perbedaan itu bukan bukan masalah dan tidak apa-apa. 

Padahal disatu sisi masyarakat kita sering kali mengatakan kita harus menghargai perbedaan, menghormati perbedaan dan keberagaman. Tetapi kita kerap tidak pernah diajarkan secara tepat bagaimana menghargai perbedaan itu. Respon terhadap keberagamaan ini dalam dimensi nilai dan budaya yang hilang saat ini. Sangat disayangkan ditengah masyarakat kerap terlihat melihat sesuatu yang berbeda itu kemudian menjadi nyinyir.

"Sebagai contoh kemudian di lingkungan sekolah ada anak yang melihat temannya berkacamata agak tebal kemudian dikucilkan temanya. Kita harus mengajarkan anak sejak dini melihat hal seperti itu menjadi hal yang biasa. Disini kita yang miss mengajarkan nilai dan budaya kepada anak-anak sejak dini. Padahal dari sisi etika dan budaya nilai Bhineka Tunggal Ika tidak kurang," ujar Praktisi Pendidikan Inklusi Anak Usia Dini dan Dosen Universitas Negeri Jakarta, Elly Indrawari dalam Bimbingan Teknis BOP PAUD ABK di Tangerang, Kamis (14/9).

Kedua, dari sisi dimensi pengembangan kebijakan terdapat kebijakan yang tidak sinkron. Kebijakan yang sudah baik dari pusat, turun ke dinas pendidikan provinsi, kabupaten//kota, kecamatan hingga sekolah kerap tidak dimaknai secara tepat. Dan kadang antar kementerian sendiri pun dalam memahami istilah inklusi masih ada yang tidak sinkron. Kerap kebijakan pendidikan yang diambil masih tidak tepat dan justru telihat cenderung mempersulit pelaku pendidikan inklusi.

"Saya sering mendengar guru kerap berteriak saya mesti ngapain lagi. Belum selesai saya tahu terkait kebijakan itu sudah datang lagi kebijakan seperti ini, Akhirnya banyak guru pun berteriak ya sudah terserah saja," ujarnya.

Dan terakhir yaitu dimensi pengembangan praktik baik. Dilevel PAUD kerap yang banyak ditampilkan hanya PAUD berada diperkotaan dan bagus-bagus, Perlu lebih banyak ditampilkan satuan PAUD inklusi yang dengan sumber daya terbatas dan ala kadarnya mereka bisa tetap bertahan. Praktik baik seperti ini yang perlu lebih banyak diangkat.

"Masayarakat Indonesia saat ini masih senang sosok 'hero"/"champion" seperti yang baru viral Putri Aryani. Terkait pendidikan inklusi pertlu lebih banyak "hero" atau "champion" yang dihadirkan ketengah media sosial yang asalnya dari akar rumput (grass root). Saya sempat terkesima ketika beberapa tahun lalu muncul sosok guru anak rimba pedalaman Butet Manurung. Kita perlu menampilkan sosok atau "hero" seperti itu yang asalnya dari akar rumput bukan kalangan atas dan membumi," ujarnya.

Para pengambil kebijakan di desa atau daerah terpincil juga perlu ditampilkan. Dengan diberikanya Dana Desa oleh pemerintah banyak pengambil kebijakan ditingkat desa yang punya idealisme serta integritas kuat serta visi yang baik dalam membangun desanya yang perlu ditampilkan juga ke publik dan divasilitasi pemerintah.

Selain itu, diperlukan sinergitas serta kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan inklusi di Indonesia dalam menjadikan pendidikan inklusi sebuah gerakan nasional seperti halnya Transiisi PAUD-SD Yang Menyenangkan atau Program PAUD HI yang melibatkan keterlibatan Kementerian/Lembaga.

"Saya harapkan tidak lagi ada sikap dan perilaku ego sektoral organisasi mitra, satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) atau bahkan dilingkung Kementerian/Lembaga sekalipun dalam mengimplementasi pendidikan inklusi," ujarnya.

Menurut dia, tidak harus mengumpulkan organisasi mitra dan mereka diminta duduk bersama dalam mengembangkan program pendidikan inklusi bagi anggotanya. Tetapi biarkan mereka membuat serta menawarkan banyak program yang kemudian dikurasi secara tepat untuk kemudian dikemas menjadi peta jelan atau cetak biru bagi pengembangan pendidikan inklusi di Indonesia dimasa depan. 

 

 

 

 

 

 

 

Berita Regional Selanjutnya
Aturan Turunan UU Kesehatan Dibuat, Ruang Partisipasi Publik Dibuka Seluasnya
Berita Regional Sebelumnya
Mahasiswa Teknik Informatika ITB Terima Verbal Commendation di Jakarta International MUN 2023

Berita Regional Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar