Schoolmedia News Jakarta ---- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berkomitmen untuk memastikan perlindungan kepada Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), salah satunya melalui program standardisasi Lembaga Penyedia Layanan Ramah Anak (LPLRA) bagi AMPK yang telah berjalan sejak 2022. Tahun 2023 ini Kemen PPPA menargetkan akan melaksanakan proses standardisasi pada 71 lembaga yang ada di 21 provinsi.
“LPLRA merupakan program yang mengusung semangat sinergitas dan kolaborasi antar Kementerian/Lembaga maupun Lembaga Layanan Berbasis Masyarakat. LPLRA memegang prinsip bahwa standardisasi yang dilakukan merupakan evaluasi yang bersifat pembinaan yang bertujuan menguatkan lembaga tersebut dalam melayani AMPK, bukan menilai, menghakimi atau mempermasalahkan cara kerja lembaga tertentu,” jelas Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, Senin (13/2).
Nahar menyampaikan, pada 2023 ini, KemenPPPA akan kembali melaksanakan proses standardisasi pada tahun ini dengan target 71 lembaga yang tersebar di 21 provinsi. Nahar menegaskan, dengan meluasnya jumlah target lembaga di beberapa provinsi diharapkan dapat mendorong penetapan standar yang tinggi bagi penyelenggara perlindungan khusus, sehingga dapat mencegah terjadinya tindak kekerasan pada anak serta menjadi salah satu upaya pendukung untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak. Sebelumnya, pada 2022 lalu, KemenPPPA berhasil melakukan verifikasi kepada 21 Lembaga diantaranya 17 Satuan Pendidikan, 2 Lembaga Rehabilitas Anak Korban NAPZA, dan 2 Lembaga yang Menangani Anak Berhadpan dengan Hukum.
“Dari 21 lembaga tersebut, 4 lembaga sudah mendapatkan predikat ‘Memenuhi Standar Lembaga Penyedia Layanan Ramah Anak bagi Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus’, antara lain Loka Rehabilitas Badan Narkotika Nasional (BNN) Batam, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Maros, Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ar Rahman Makassar, dan Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) Raudhatul Jannah Cilegon,” ungkap Nahar.
Dalam 1 (satu) tahun perjalanannya, program standardisasi LPLRA sudah berjalan cukup baik dan mendapatkan sambutan positif dari Kementerian/Lembaga/Lembaga Masyarakat terkait, meskipun menemui tantangan yang besar karena banyaknya jumlah dan ragam lembaga yang menjadi sasaran pada saat proses standardisasi LPLRA.
“Program LPLRA ini juga sedang dalam proses untuk menjadi Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sehingga nantinya program ini dapat diakui keberadaannya, memiliki kekuatan hukum mengikat, dan menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga/Lembaga Masyarakat terkait," tutur Nahar.
Lebih lanjut, Nahar menjelaskan bahwa program LPLRA merupakan salah satu hasil tindak lanjut dari Rapat Terbatas pada 9 Januari 2020 lalu. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, memberikan atensi khusus untuk memprioritaskan aksi pencegahan kekerasan terhadap anak yang melibatkan keluarga, sekolah, dan juga masyarakat dengan memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan terjadinya kekerasan terhadap anak, serta melakukan reformasi besar-besaran pada manajemen penanganan kasus kekerasan terhadap anak agar bisa dilakukan dengan cepat, terintegrasi, dan lebih komprehensif.
“Melalui program LPLRA ini, Kementerian/Lembaga/Lembaga Masyarakat terkait diharapkan mampu memberikan layanan prima yang ramah anak, sesuai kaidah dan prinsip Konvensi Hak Anak yang menjadi acuan Indonesia dalam melaksanakan perlindungan anak dan juga sesuai keunikan lembaga dan cara kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) masing-masing,” harap Nahar.
Tinggalkan Komentar