Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memimpin pertemuan informal PBB dalam format Arria Formula bertema "Pemukiman dan Pemukim Ilegal Israel: Inti dari Pendudukan, Krisis Perlindungan, dan Penghalang terhadap Perdamaian,” di Markas Besar PBB, New York, Kamis, (9/5/2019).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa terus berlangsungnya pembangunan pemukiman ilegal oleh Israel di wilayah pendudukan Palestina tidak dapat diterima. Ia menyampaikan hal tersebut saat memimpin pertemuan informal dalam format Arria Formula bertema “Pemukiman dan Pemukim Ilegal Israel: Inti dari Pendudukan, Krisis Perlindungan, dan Penghalang terhadap Perdamaian,” di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Kamis, 9 Mei 2019.
Pertemuan tersebut diselenggarakan Indonesia bersama dengan Kuwait dan Afrika Selatan, dan dihadiri Menlu Palestina, Riyad al-Maliki. Dalam pernyataan mengawali pertemuan, Retno menjelaskan bahwa pemukiman ilegal Israel terus bertambah dari sekitar 110.000 pada tahun 1993 menjadi sekitar 620.000 tahun 2017.
Kondisi ini, kata Retno, menunjukkan bahwa terus bertambahnya pemukiman ilegal Israel merupakan halangan besar bagi tercapainya perdamaian antara Israel dan Palestina. Namun, walaupun situasi saat ini sangat sulit, kata Retno berpesan, semua pihak tidak boleh putus asa.
“Meskipun situasi saat ini sangat suram, masyarakat internasional tidak boleh kehilangan harapan untuk dapat menyelesaikan konflik Palestina-Israel melalui perundingan dan dialog,” tutur Retno, seperti dilansir dari laman kemlu.go.id.
Baca juga: Sekjen PBB Puji Indonesia Terlibat dalam Pemeliharaan Perdamaian
Dalam pertemuan tersebut, Retno menyampaikan tiga hal, yakni bahwa pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Palestina termasuk di Yerusalem Timur semakin memudarkan harapan solusi dua negara. Hal kedua, kata Retno, bahwa pembangunan pemukiman illegal ini merupakan sumber dari berbagai pelanggaran hukum dan HAM terhadap rakyat Palestina.
Hal ketiga, Retno memaparkan, bahwa masyarakat internasional memiliki tanggung jawab untuk menghentikan kebijakan pembangunan pemukiman illegal oleh Israel.
Untuk itu, kata Retno, perlu ada tekanan yang besar dari masyarakat internasional untuk menghentikan pemukiman illegal Israel di Palestina.
"Salah satu upaya yang dapat dipertimbangkan adalah dengan menetapkan Hari Solidaritas Internasional bagi Korban Pemukiman Ilegal," kata Retno.
Pertemuan itu menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka, yaitu aktivis gerakan perlawanan secara damai Palestina, Mohammed Khatib. Ia menyampaikan pandangannya melalui pesan video. Kemudian, menghadirkan pula ahli hukum internasional Universitas Ohio, Profesor John Quigley, pengacara dan aktivis HAM Emily Schaeffer Omer-Man, dan Ketua Institut Arab – America, Dr. James Zogbi.
Pertemuan “Arria Formula” merupakan salah satu bentuk pertemuan informal Dewan Keamanan PBB yang ditujukan untuk menelaah suatu isu yang dinilai rumit serta memerlukan terobosan dengan menghadirkan pakar-pakar narasumber melalui dialog interaktif.
Baca juga: Indonesia Siap Jalankan Presidensi Dewan Keamanan PBB
Penyelenggaraan pertemuan khusus mengenai Palestina dalam format Arria Formula di bawah Presidensi Indonesia merupakan salah satu bentuk perhatian khusus Indonesia pada isu Palestina, yang juga menjadi salah satu prioritas Indonesia sebagai keanggotaan DK PBB.
Pertemuan ini dihadiri oleh seluruh negara anggota Dewan Keamanan PBB dan negara-negara anggota PBB lainnya serta perwakilan organisasi internasional dan badan-badan PBB.
Pertemuan Arria Formula ini adalah bagian dari rangkaian kegiatan Presidensi Indonesia di DK PBB pada bulan Mei 2019. Beberapa kegiatan lainnya adalah Debat Terbuka mengenai Misi Perdamaian PBB pada 7 Mei 2019, Debat Terbuka mengenai Perlindungan Penduduk Sipil saat Konflik Bersenjata pada 23 Mei 2019.
Kemudian, pameran foto bertema “Investing in Peace” (“Menabur Benih Perdamaian”) terselenggara pada 6-17 Mei 2019 dan Resepsi DIplomatik dan Pertunjukan Budaya Indonesia pada 30 Mei 2019.
Tinggalkan Komentar