Cari

Cek Cek Mek

Foto: Google

 

Ini adalah pengalaman saya selama menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Teknologi dan pandemi menjadi dua kata yang sering kita temui beberapa tahun ini. Seluruh dunia harus menghadapi dengan berbagai usaha dan upaya demi kelangsungan bangsanya masing-masing. Antara keselamatan dan ancaman sangat dekat. Sementara hidup dan kehidupan terus melaju dengan cepat secepat teknologi dan pandemi virus corona. Dunia pendidikan juga tetap terus berlangsung demi kelangsungan generasi penerus bangsa ini. 

Saya tidak mampu menguraikan lebih lanjut takdir atau kondisi ini. Pengalaman menjadi seorang guru selama 19 tahun membuat saya harus ikut mengubah dan berubah seiring keadaan tahun 2020. Guru tidak hanya sebagai pendidik tetapi berubah menjadi fasilitator, motivator bahkan katalisator. Menjadi guru pembelajar dan belajar sepanjang hayat harus menjadikan pedoman menjadi guru zaman sekarang. 

 

Permainan tradisional

Cek Cek Mek adalah permainan anak tradisional Jawa yang pernah saya mainkan sewaktu di bangku Sekolah Dasar. Ingatan itu muncul saat saya harus melakukan Pembelajaran Jarak Jauh. 

Cek Cek Mek adalah permainan sekelompok anak laki-laki maupun perempuan lebih dari dua orang. Sebelum mulai permainan tersebut, dilakukan “hompilahhompimpah sing mlumah dadi” = telapak tangan yang menengadah akan kalah dan menjadi pemain terlebih dahulu. Aturanny, siapa yang telapak tangan menengadah sendirian, dia yang kalah.  

Kemudian, anak yang jadi/kalah dalam hompimpah tadi ditutup matanya dengan kain dan mencari teman-temannya. Dia meraba-raba dan selanjutnya menebak nama temannya tersebut. Jika benar maka bergantianlah. Tetapi jika salah, maka dia akan mencari lagi. Begitu seterusnya. Sementara teman yang diraba dan ditebak namanya, tidak boleh mengeluarkan suara. Tetapi jika tepat maka, teman itu akan mengucap kata JADI. Dan, bergantilah pemain utamanya.

Perumpamaan permainan di atas seperti saat saya melakukan Pembelajaran Jarak jauh dimana saya belum memahami dan mengerti bagaimana cara melakukan Pembelajaran Jarak Jauh tersebut. 

Memaksa dan terpaksa itulah yang saya alami saat ini sebagai pendidik di tengah pandemi, merdeka belajar merdeka pula mengajar. Belajar dan membelajar itulah yang saya alami sejak Maret 2020.  

Pergerakan teknologi sudah tidak bisa berjalan normal tetapi kita harus berlari kencang. Saya berlomba dengan kemampuan siswa akan teknologi. Terpaksa saya harus membeli senjata untuk mengajar yaitu HP Android dan laptop yang bisa digunakan untuk Pembelajaran  Jarak Jauh. 

 

Pelajari ragam aplikasi

Aplikasi yang beraneka ragam harus dengan cepat saya pilih dan pelajari. Semua serba instan seperti makanan yang telah lama berkembang dan terdengar. Meraba-raba dan mengira-ira jenis aplikasi yang harus saya pilih dan gunakan dalam PJJ. 

Paling gampang dan mudah akhirnya saya mengikuti rekan lain dengan membuat grup Whatsaap tiap kelas. Apa yang terjadi, saya hanya bisa memberi instruksi tanpa bisa melihat aktivitas siswa di rumah. 

Penugasan-penugasan itu terjadi karena saya berperan sebagai fasilitator dengan memberikan instruksi yang harus dilihat, dibaca, didengarkan oleh siswa, kemudian ditulis, diberi komentar, digambar dan dikumpulkan ke saya melalui japri. 

Saat mengumpulkan hasil kerja siswa, kapasitas memori di HP saya penuh, sehingga prosesnya melambat. Karena kelas yang saya ajar banyak, membuat grup WA pun banyak. Baterai menjadi cepat habis dan panas. Laptop Toshiba 14” inch yang saya pakai selama 10 tahun itu sudah tidak mampu lagi mengakomodir kelangsungan saya mengajar. Akhirnya saya membeli laptop baru. Ini adalah senjata saya dalam bekerja dan berkarya. 

 

Ikuti webinar

Pembelajaran Jarak Jauh dengan Whatsaap tetap saya gunakan seiring berjalan dengan selalu mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh Schoolmedia, Ruang Guru, AGSI, Kemendikbud dan lain-lainnya. Hal ini membuat saya semakin mampu menggunakan Google Classroom, Google Form, Quizizi, Kahoot, Microsoft 365 meskipun masih menebak-nebak atau sering saya sebutkan sebagai Cek Cek Mek.

Menyusun soal ulangan dengan Google Form menjadi alternatif dalam menyusun soal online siswa. Karena saya belum mahir  dan ini menjadikan HP saya semakin panas karena banyak siswa  kesulitan saat memasukkan password, meski sudah sesuai instruksi. Saya bingung dan mengatakan dalam hati, “apa ada yang salah ya?. 
Akhirnya saya melihat tutorial Youtube. 

 

In House Training

Sekolah memberikan faslitas dengan melaksanakan IHT (In House Training) di lingkungan sekolah. Ini wajib diikuti semua guru. Istilah yang digunakan dalam pelatihan Microsoft 365 membuat saya berpikir keras dan berusaha mencari tahu arti dan makna sebuah kata seperti deploy dan redeem code. 

Selama satu minggu saya mencari informasi tersebut dengan bertanya para ahli TIK di sekolah. Ternyata mereka juga tidak memahami arti tersebut. Mencoba hari lain dengan bertanya kepada instruktur yang kami undang. Akhirnya, dia bisa menerangkan, tetapi saya tetap saja sulit memahaminya.

Cek Cek Mek itu yang selalu sering saya katakan dan lakukan dalam pandemi kali ini. Deploy itu adalah memasang Office 365 dengan domain sekolah dengan kode di belakang: nama sekolah.sch.id. Sedangkan redeem code adalah kode yang bisa ditukarkan dengan sertifikat saat melakukan penelitian tersebut.

Saya juga mengikuti pelatihan guru  inovasi di Jawa Tengah, baik secara luring dan daring. Saya bersemangat dalam berlatih dan mendengarkan penjelasan para instruktur Microsoft 365. Dengan keterbatasan perangkat yang saya miliki, akhirnya saya mampu menyelesaikan pelatihan tersebut.

Namun kendala muncul setelah tahu bahwa siswa juga harus memiliki akun tersebut dan harus didaftarkan. Karena menunggu dan menanti akhirnya ketrampilan dalam Microsoft 365 tidak bisa kami gunakan dalam proses pembelajaran. 

 

Belajar Google Classroom

Masalah kembali datang saat KBM harus segera dilaksanakan namun pilihan mengajar menggunakan aplikasi belum ditentukan oleh pihak sekolah. Akhirnya saya dan teman-teman membuat grup Whatsapp kelas. 

Sambil berlatih dan berjalan, saya mencoba belajar Google Classroom dengan bantuan tutorial Youtube. Sedikit perlahan akhirnya saya bisa menjalankan Google Classroom meskipun sering terjadi kesalahan dalam memencet tombol. Siswa kebingungan karena hasil pekerjaan mereka yang belum saya koreksi saya kembalikan semua. Kesalahan itulah yang saya lakukan selama PJJ. Cek Cek Mek masih awam dan buta dalam memencet dan menghasilkan karya.

Agar PJJ lebih bermakna dan menarik, saya juga mencoba mengajar dengan siswa menggunakan aplikasi seperti menggambar atau desain grafis dan dikumpulkan melalui aplikasi Padlet. Hal ini saya lakukan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan teknologi. Jadi, mereka tidak hanya sebagai pengguna. 

Untuk Video conference, saya menggunakan Google Meet tetapi tidak berjalan sesuai harapan. Kendalanya, sinyal terputus-putus sehingga saya tidak mampu nge-share materi berupa powerpoint dan siswapun mengeluh karena kuota internet cepat habis. 

Kemudian, beberapa anak mengeluh, diantaranya karena tidak punya kuota, tidak punya HP Android dan sinyal susah. Itu semua menjadi awal-awal masalah saya dalam pembelajaran Jarak Jauh. 

 

Harapan 

Namun demikian, penerimaan siswa baru tetap berlangsung. Pembelajaran ajaran baru tetap berlangsung sesuai amanat Mas Menteri sesuai tahun pelajaran berlangsung tanpa diundur. Cek Cek Mek begitulah saya menyebut Pembelajaran Jarak Jauh kali ini.

Harapan saya di masa Pembelajaran Jarak Jauh ini, baik siswa maupun guru bisa lebih kreatif dan inovatif dalam kemampuan mengolah dan menginformasikan proses pembelajaran sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.

 


 

Penulis:

Corona Kristin Hariwurdani, M.Pd
Guru di SMA N 2 Magelang.

Artikel Selanjutnya
Konsumsi Teh Hijau Setiap Pagi Bisa Bikin Awet Muda, Benarkah?
Artikel Sebelumnya
7 Hal yang Perempuan Harus Tahu tentang Menstruasi

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar