Cari

DKI Jakarta, Kota Jakarta Pusat

Jaga Keutuhan NKRI, Praktisi: Pluralisme dan Toleransi Harus Dirawat

Ilustrasi toleransi antarumat beragama, Ilus: nu.or.id

 

Cendekiawan sekaligus praktisi antropologi Dr Kartini Sjahrir mengatakan pluralisme atau kemajemukan dan toleransi harus dihargai dan dirawat untuk menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Perbedaan bukan untuk dipertentangkan tapi dikelola dengan sebaik-baiknya. Perbedaan itu cantik, membuat kita berpikir kreatif, kita harus punya kematangan untuk menghargai dan mengelola keberagaman," kata Kartini, alumni Universitas Indonesia dalam Simposium Kebangsaan dan Perayaan 111 Tahun Kebangkitan Nasional di Gedung IMERI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Senin, 20 Mei 2019.

Kartini menyoroti dalam pemilihan umum calon pemimpin seperti presiden dan wakil presiden serta gubernur, masyarakat Indonesia dihadapkan pada upaya mempertahankan kemajemukan dan toleransi.

"Indonesia adalah kemajemukan, itu adalah final (harga mati)," ujar Kartini. 

 

Baca juga: Karang Taruna Wadah Perkuat Semangat Kebangsaan dan Kebhinnekaan

 

Dia mengatakan seluruh masyarakat Indonesia harus merawat dan merajut nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika agar Indonesia tetap bersatu.

"Identitas bangsa kita adalah identitas kemajemukan yang kita rangkum dalam Pancasila. Pancasila itu adalah keseharian kita, ekspresi dari Indonesia yang beragam dari Sabang sampai Merauke," tutur Kartini. 

Masyarakat Indonesia sepenuhnya diharapkan berpikir secara rasional dan kritis dalam menghadapi berbagai isu terutama saat situasi politik memanas, bukan mudah terombang-ambing. Karena, kata Kartini, ada banyak kepentingan sekelompok orang yang menggunakan situasi politik untuk maksud tertentu yang bukan untuk kemaslahatan bangsa.

Pemikiran rasional dan kritis, kata Kartini, akan menyaring informasi yang saat ini banyak beredar berupa berita palsu atau hoaks. Dengan penalaran yang bagus, maka masyarakat mampu merespons dengan baik dan tidak mudah terpancing oleh hal-hal yang dapat memicu pertengkaran atau permusuhan.

"Kita menari di atas lalu lintas hoaks. Kita berpikir mandul, semandul-mandulnya. Kita bicara pendidikan tapi kiblat kita hoaks," ujar Kartini.

 

Baca juga: Hindari Hoaks, Menkominfo Ajak Generasi Milenial Isi Medsos dengan Konten Positif

 

Untuk menjalani kehidupan dalam bangsa yang majemuk, maka, kata Kartini, setiap manusia Indonesia harus memiliki dan menanamkan pemikiran yang menjadi harga mati bahwa semua bersatu dalam keberagaman.

"Kalau kita memaksakan kehendak kita untuk eksklusif, kita bukan orang Indonesia," ujar Kartini.

Dia menekankan seseorang yang mengedepankan toleransi adalah seseorang yang menerima dan menghargai perbedaan.

"Kebangsaan kita adalah kebangsaan yang bertoleransi karena unsur kemajemukan yang kita miliki. Toleransi tumbuh karena ada keberagaman. Toleransi tidak tumbuh dalam keseragaman," ujarnya.

Jika tidak merawat dan menghargai kemajemukan, kata Kartini, maka akan selalu terkungkung dalam komunikasi yang intoleransi.

Berita Regional Selanjutnya
DPRD: Pelestarian Warisan Budaya Non-Benda Belum Optimal
Berita Regional Sebelumnya
Hati-hati, Masih Ada Takjil Mengandung Formalin

Berita Regional Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar