Fenomena Anak Menyakiti Diri Sendiri atau Self Harm Di Kota Besar Memprihatinkan

 

Schoolmedia News Denpasar ----  Melanjutkan kunjungan kerjanya di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menemui anak-anak korban tindakan menyakiti diri sendiri secara sengaja atau self harm.

KemenPPPA turut prihatin melihat adanya fenomena self harm di Indonesia, terutama korban masih berusia anak. "Kita sebagai orang tua, guru, Pemerintah, bahkan masyarakat tentunya sepakat, mereka adalah generasi penerus bangsa yang perlu kita jaga dan penuhi hak-hak dasarnya, terutama hak atas kelangsungan hidup dan hak atas perlindungan. KemenPPPA berkomitmen memantau kasus ini dan akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Karangasem terkait upaya penanganan, perawatan, dan perlindungan korban,” ujar Menteri PPPA.

Menteri PPPA menerangkan, di salah satu sekolah, tercatat ada 49 korban self harm. "Pihak sekolah melakukan inspeksi dadakan pada Desember 2022 dan Februari 2023 terkait fenomena ini. Seluruh korban berjenis kelamin perempuan. 40 anak melakukan satu kali sayatan, sedangkan sembilan lainnya melakukannya secara berulang," tutur Menteri PPPA.

Melihat kasus ini, Menteri PPPA menekankan pentingnya pendampingan psikologi sesuai dengan kebutuhan korban. "40 anak yang melakukan satu kali sayatan telah ditangani dan dilakukan konseling oleh pihak sekolah. Sementara, bagi korban yang melakukan pengulangan ditangani oleh UPTD PPA Kabupaten Karangasem," ujar Menteri PPPA.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA mengapresiasi komitmen Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos PPPA-PPKB) bersama UPTD PPA dalam menangani korban yang melakukan self harm secara berulang.

 Bentuk self harm mereka pun bermacam-macam, ada yang cutting (menggores pergelangan tangan dengan pisau, cutter ataupun benda tajam lainnya), memukul-mukul kepalanya sendiri bahkan membentur-benturkan  ke tembok, bahkan ada yang sengaja menempelkan tangannya di knalpot panas sepeda motor. Oleh karena itu mari kita bersama-sama mencermati apa itu self harm? Mengapa  bisa terjadi self harm? Bagaimana solusinya? Supaya kita bisa lebih memahami penderita dan mungkin diantara kita juga pernah atau sedang mengalaminya.

Self harm merupakan suatu tindakan atau dorongan untuk menyakiti atau melukai diri sendiri dengan berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit psikis ke rasa sakit fisik. Biasanya terjadi pada usia remaja dan usia dewasa awal. Mereka cenderung menutupi perilakunya tersebut dan enggan terbuka  atau bercerita kepada orang lain di sekitarnya, bahkan terhadap keluarga atau teman terdekatnya mengenai masalah yang sedang dihadapinya tersebut.

Self harm dan suicide (bunuh diri) adalah perilaku yang berbeda dalam hal tujuan tindakan, tingkat mematikan / keparahan dan frekuensi tindakan. Meskipun demikian, self harm dan suicide sering terjadi bersamaan dan biasanya mereka yang mencoba suicide memiliki riwayat self harm lebih lama dan sudah menggunakan lebih banyak metode. Dengan demikian, penting bagi kita untuk memiliki kecurigaan tinggi kepada mereka yang melukai diri sendiri karena berisiko lebih tinggi untuk suicide.

Menurut data WHO (2018), secara global hampir 800.000 orang meninggal dunia karena suicide setiap tahun dan hampir sepertiga dari semua kasus suicide terjadi di kalangan remaja. WHO juga menemukan bahwa suicide adalah penyebab  utama kematian kedua diantara usia 15-29 tahun dan penyebab kedua kematian wanita berusia 15-19 tahun.

Mengapa self harm banyak dilakukan oleh remaja? Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam buku Psikologi Perkembangan-Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi kelima), menuliskan bahwa masa remaja  sebagai usia bermasalah. Mengapa demikian? Pertama, sepanjang masa kanak-kanak sampai dengan anak, masalah mereka sebagian besar diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak memiliki pengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja merasa dirinya mandiri, sehingga ia ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orangtua dan orang lain. Namun sayangnya mereka seringkali  gagal dalam menyelesaikan masalahnya sendiri karena ternyata penyelesaiannya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Kegagalan demi kegagalan tersebut akhirnya membuat mereka stress dan tertekan sehingga tidak tahu bagaimana cara melampiaskannya dengan baik.

Sebagai salah satu cara untuk mengalihkan dan melampiaskan perasaan negatif yang dirasakan saat itu, seperti perasaan sedih yang mendalam, marah, kesal, tertekan, depresi dan emosi lainnya adalah dengan melakukan self harm.  Bila ditanya mengapa harus dengan self harm untuk melampiaskan perasaaan-perasaan negatif tersebut, maka mereka biasanya menjawab agar merasa lega, puas dan lebih tenang, meskipun setelah melakukan itu muncul perasaan bersalah atau menyesal,  dan merasakan sakit di bagian tubuh yang dilukai secara sengaja tersebut.

Ada bermacam faktor yang mendorong mereka melakukan tindakan self harm:

  1. Merasa dirinya tidak berharga dan tidak dicintai siapapun

Kebanyakan mereka yang melakukan tindakan self harm adalah klien yang merasanya dirinya tidak berharga, merasa dirinya rendah, menjadi orang yang gagal, masa depan suram, merasa tidak dicintai siapapun dan merasa kesepian. Kenapa bisa seperti itu? Ada pengalaman masa lalu yang membuat mereka terluka psikologis bahkan trauma. Misalnya : pernah mengalami pelecehan seksual, kekerasan orangtua terhadap anak, bullying baik di sekolah, keluarga atau lingkungan sekitar, kegagalan yang terus menerus, atau ditinggalkan oleh orangtua atau orang yang dicintainya. Pengalaman traumatis tersebut membuat luka yang dalam di hati, sehingga muncul perasaan-perasaan seperti disebut diatas.

  1. Tidak tahu cara melampiaskan emosi dengan benar

Ada banyak orang yang tidak paham bagaimana melampiaskan dan mengontrol emosinya. Parahnya ada yang sulit mengenali emosinya sendiri, apakah ia sedang marah, sedih, kecewa,atau bahagia, atau  Padahal dengan bisa mengenali emosi kita sendiri maka kita bisa mengelola emosi dengan baik dan benar. Misalnya apabila kita sedang marah maka untuk melepaskan amarah kita bisa teriak sepuasnya di tempat yang sepi dan luas (pantai, padang rumput, lapangan) atau masuk kamar dan memukul bantal/guling/kasur sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain.

  1. Depresi

Seseorang yang dalam situasi tertekan yang sangat sering tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, maka kecenderungan untuk bertindak self harm pun akan sangat besar. Mereka sudah tidak bisa berpikir rasional dan hanya ingin meredakan tekanan yang besar tersebut dengan menyakiti diri sendiri.

  1. Lingkungan sosial yang tidak mendukung

Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan keluarga, teman, komunitas dan tetangga sekitar. Berdasarkan pengalaman di ruang praktek penulis, sebagian besar klien merasa tidak diperhatikan keluarga, bahkan ketika mereka mengaku bahwa mereka sudah melakukan self harm kepada keluarga. Respon keluarga hanya biasa saja dan cenderung meremehkan dan menganggap bahwa  melakukan self harm adalah hal yang sepele. Ada juga penyebab stres justru dari keluarga atau teman terdekat, sehingga kecenderungan self harm cenderung sering dan berulang karena setiap hari berhadapan dengan sumber stressor.

  1. Menderita gangguan psikologis

Individu dengan gangguan mental memiliki faktor resiko untuk melakukan self harm. Individu dengan gangguan kecemasan, gangguan makan, depresi, PTSD dan gangguan kepribadian lebih rentan melakukan self harm.

 

Lalu bagaimana solusi untuk mencegah dan menghentikan self harm pada remaja? Selain kesadaran diri dari remaja, dukungan dari lingkungan sangatlah besar perannya untuk membantu remaja bangkit dari keterpurukannya dan tidak melakukan self harm lagi.

Bagi remaja yang melakukan self harm:

  1. Pahami dan kenali kondisi diri

Remaja perlu memahami dan mengenali perasaan dan kondisi psikologisnya saat itu. Apabila kondisinya sedang tidak baik-baik saja dan ada kecenderungan untuk melakukan self harm, maka ia harus  melakukan sesuatu untuk tidak sendirian di dalam ruangan. Lebih baik lagi bila tidak menyimpan benda-benda tajam seperti silet, cutter, pisau,dll di dalam kamar sehingga terhindar untuk menyakiti diri sendiri. Intinya, jangan memberikan peluang atau kesempatan kepada diri sendiri untuk melakukan self harm.

  1. Melakukan kegiatan positif

Langkah selanjutnya segera lakukan kegiatan positif misalnya kembangkan hobby atau melakukan kesenangan, bisa juga dengan olahraga yang disukai, sehingga bisa mengalihkan perhatian untuk menyakiti diri sendiri.

  1. Lakukan healing dan refreshing

Ada semboyan “Hati yang gembira adalah obat”, dan ini benar adanya. Lakukan hal-hal menyenangkan yang bisa mengobati rasa sakit di hati dengan cara yang sesuai  dengan minat dan kesenangan, misalnya bertemu dan hang-out bersama teman-teman, cuci mata di mall, memancing, kulineran, atau apapun yang membuat hati bahagia.

  1. Curhat ke orang yang bisa dipercaya

Ceritakanlah masalah atau perasaaan negatif kepada orang yang bisa dipercaya seperti sahabat, orangtua, guru atau siapapun yang dirasa nyaman untuk diajak bicara dan sekali lagi bisa dipercaya. Hati-hati bercerita dengan orang yang salah, karena akan menimbulkan permasalahan baru.

  1. Mencari pertolongan dari ahli

Bila masalah dan kejadian self harm semakin memburuk dan frekuensi semakin sering maka harus segera mencari pertolongan dari ahli jiwa yaitu psikolog dan psikiater. Mereka secara profesional akan membantu remaja untuk memperbaiki kondisinya tersebut.

Bagi lingkungan sekitar:

  1. Cermati dan kenali remaja yang menunjukkan tanda-tanda melakukan self harm

Remaja yang melakukan self harm memiliki ciri-ciri yang bisa kita lihat yaitu memiliki sejumlah luka di tubuhnya, seperti luka sayat di pergelangan tangan, memar di buku jari-jari tangan, luka bakar di lengan, paha dan badan. Menyembunyikan luka tersebut dengan selalu memakai baju lengan panjang atau pakaian tertutup lainnya. Biasanya bila ditanya mereka akan menghindar dan menutupi penyebabnya karena apa.

  1. Luangkan waktu dan beri perhatian

Meskipun remaja ingin mandiri, namun sejatinya mereka masih sangat membutuhkan perhatian dan pendampingan orangtua dan orang-orang terdekatnya. Oleh karena itu luangkan waktu dan beri perhatian kepada mereka. Mereka sebenarnya hanya butuh didengarkan dan bukan untuk dinasehati. Terima perasaan mereka apa adanya dan coba pahami saja. Bila mereka membutuhkan saran, barulah kita memberikannya.

  1. Jangan menghakimi atau memberinya label negatif

Perilaku remaja yang sering menyimpang membuat kita selalu memberikan label negatif terhadap mereka, sehingga akan mempengaruhi penilaian dan sikap kita terhadap mereka yang cenderung negatif pula. Sikap dan penilaian negatif kita tersebutlah yang akhirnya membuat remaja enggan untuk terbuka terhadap kita, karena takut akan dinilai buruk dan dilabel negatif, bukannya solusi.

  1. Membawanya untuk mendapatkan pertolongan dari ahli

Bila perilaku self harm nampak semakin memburuk, segeralah bawa mereka untuk konsul ke psikolog atau psikiater agar dapat diperiksa lebih lanjut dan mendapat penanganan lebih intensif, sehingga cepat teratasi dan segera mendapat pertolongan.

  1. Sekolah dan komunitas memberikan edukasi tentang kesehatan jiwa

Pengetahuan mengenai kesehatan jiwa di masyarakat terutama di kalangan remaja memang kurang dibanding pengetahuan kesehatan lainnya. Oleh karena itu sekolah, instansi, lembaga maupun komunitas-komunitas lainnya di masyarakat perlu memberikan edukasi dan penyuluhan kepada remaja terkait kesehatan jiwa, khususnya mengenai self harm, sehingga membuka wawasan remaja mengenai apa itu self harm serta bagaimana pencegahan dan penyembuhannya. Dengan demikian diharapkan angka kasus self harm di kalangan remaja berkurang atau bahkan nihil.

Mari kita tingkatkan kesadaran akan kesehatan jiwa bagi diri sendiri dan orang di sekitar kita. Seperti lirik lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya…”, yang memiliki arti tidak akan bangun raga seseorang jika jiwanya tidak terlebih dahulu dibangun. Dengan kata lain kesehatan fisik seseorang dimulai dari kesehatan jiwanya dahulu. Salam sehat dan waras.

"Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, enam anak sudah mendapatkan konseling secara intens, satu di antaranya dijadwalkan menemui psikiater dikarenakan mengalami kondisi yang parah dan kerap melakukan penyebaran konten self harm. Sementara tiga anak lainnya telah mendapatkan konseling dari psikolog klinis KemenPPPA," kata Menteri PPPA.

Menurut Menteri PPPA, para korban yang ditangani oleh Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui UPTD PPA berasal dari keluarga yang tidak utuh dan dan kerap mengalami permasalahan keluarga.

Satu hal yang membuat kami miris, anak-anak korban melakukan hal tersebut karena mengikuti trend di media sosial. Inilah pentingnya peran kita dalam mengawasi penggunaan sosial media anak-anak agar konten yang mereka dapatkan merupakan informasi yang layak anak.

"Hal ini tentunya tidak mudah, tetapi dengan kepedulian dan sinergi seluruh pihak, kita bisa mewujudkan konten-konten media sosial yang ramah dan layak bagi anak-anak kita. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui UPTD PPA yang juga telah memberikan edukasi bagi para guru, orang tua, dan juga siswa terkait pentingnya kesehatan mental agar anak-anak terhindar dari fenomena self harm," tutup Menteri PPPA.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA juga menemui dan berbincang dengan lima anak yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19.

Komentar

250 Karakter tersisa