Perlu Rekonstruksi Kurikulum Sebelum Pembelajaran Tatap Muka

 

Schoolmedia News, JAKARTA - Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang segera dilakukan di Perguruan Tinggi diharapkan  dapat dilakukan setelah pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)  melakukan rekonstruksi kurikulum  pendidikan yang sesuai dengàn kondisi pandemi. Selain it, rekonstruksi ulang Kurikulum diperlukan untuk memberikan visi bahwa di dalam bidang keilmuan atau setiap disiplin ilmu juga dibentuk manusia pembelajar yang beriman dan bertaqwa serta berkarakter manusia Indonesia.

Demikian dikatakan Dosen Teknik Kelautan FTK Institut Teknologi Surabaya (ITS), Dr. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc mengemukakan hal ini saat menjadi Pemateri dalam Website Seminar (Webinar) Nasional Program Pascasarjana Prodi S2 Pendidikan Agama Islam Multikultur Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Fattahul Muluk Papua, 27 Februari 2021.

"Rekonstruksi pada kurikulum pendidikan menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan, dalam hal ini Kemenag dan Kemendikbud,” ujarnya. Ia melihat bahwa metode dan materi pengajaran yang terekspresi pada kurikulum yang diberikan pada peserta didik selama ini ternyata memisahkan antara ilmu-ilmu umum dan ilmu agama. “Pemisahan ini merupakan dampak dari paham materialism dan sekularisme yang dianut di barat,” urainya.

Menurutnya, salah satu cara merekonstruksi kurikulum dapat dimulai dengan merevisi buku teks. Mengingat bahwa buku teks merupakan sarana yang paling ampuh yang digunakan sebagai penuntun atau sumber guru dalam mengajar. “Jiwa Islam harus menonjol dalam buku-buku teks, dalam subyek apapun dan di jenjang pendidikan manapun dari SD hingga perguruan tinggi,” jelasnya.

Selain itu, Hasan meminta para pendidik harus menanamkan kecerdasaan Intelektual Question (IQ), Emotional Question (EQ), dan Spiritual Question (SQ) secara seimbang kepada siswa dan mahasiswa. “Ketiganya tidak bisa dipisahkan dan harus diajarkan sejak SD hingga perguruan tinggi,” terangnya. Pada implementasinya, tenaga pendidik di Indonesia masih belum menanamkan ketiganya secara bersamaan. “Masih banyak yang memfokuskan pada kecerdasan intelektual saja,” tuturnya. Hasan mencontohkan beberapa kasus kekerasan pelajar, seks bebas dan narkoba yang terjadi karena kurangnya kecerdasan emosional dan spiritual yang dimiliki peserta didik

Sementara itu, Dosen Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. dr. Suhartono Taat Putra, MS menekankan dampak kecerdasan otak terhadap imunitas. Ia mengatakan bahwa manfaat keseimbangan pendidikan intelektual, emosional, spiritual dan adversitas menjadikan otak bekecerdasan majemuk baik. Menurutnya, hal tersebut membuktikan bahwa kecerdasan otak mempengaruhi persepsi agama dan berdampak terhadap imunitas, baik alami maupun adaptif. “Sebagai contoh, beberapa peserta didik ada yang intelektualnya bagus, namun tidak memiliki sopan santun dan budi pekerti, karenanya sebagai pendidik harus melakukan pendekatan dengan menanamkan nilai-nilai spiritual dan emosional,” imbuhnya.

Dalam Opening Webinar, Rektor IAIN Fattahul Muluk Papua, Prof. Dr. H. Idrus Alhamid, S.Ag, M.Si menyatakan bahwa pihaknya membuka diri untuk menjalin kerjasama dalam melakukan riset budaya dan agama bersama kampus ITS dan UNAIR. “Nantinya kerjasama itu diharapkan dapat mendorong upaya kami untuk menjadikan IAIN menjadi UIN di Papua,” paparnya.

Webinar yang mengusung tema ‘Manfaat Keseimbangan Pendidikan Intelektual, Emosional, dan Spiritual’ ini juga menghadirkan Direktur Program Pascasarjana IAIN Fattahul Muluk Papua, Dr. H. Husnul Yaqin, MH dan Moderator Ketua Program Studi S2 Pendidikan Agama Islam Multikultur Dr. Sahudi, M.Pd.I. Webinar nasional ini diikuti para mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dengan sesi tanya jawab yang interaktif.

Penulis : Eko Schoolmedia

Komentar

250 Karakter tersisa