Cari

Perlu Sinergi Perlindungan dan Penanganan Korban Kekerasan Di Sumba

 

Schoolmedia News Kupang ----- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendorong sinergi pemangku kepentingan dalam memberikan perlindungan, pencegahan, penanganan dan penegakan hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui Workshop Perlindungan Perempuan dan Anak Daratan Sumba.

Workshop Perlindungan Perempuan dan Anak yang diselenggarakan KemenPPPA bertujuan mendukung upaya Pemerintah Daerah setempat pasca penandatanganan Nota Kesepahaman Peningkatan Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Sedaratan Sumba di tahun 2020. Adapun pemangku kepentingan yang hadir diantaranya Aparat Penegak Hukum (APH), tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, Forum Anak, serta Pemerintah Daerah dari empat Kabupaten di Daratan Sumba, yakni; Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya.

“Penyelesaian permasalahan kekerasan perempuan dan anak sangat kompleks dan membutuhkan sinergi yang kuat dari lintas pemangku kepentingan. Adapun pembagian peran dalam menjalankan kebijakan perlindungan perempuan dan anak tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini semakin menekankan bahwa upaya perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan adalah kewajiban semua pihak,” ungkap Menteri PPPA.

Menteri PPPA memaparkan, berdasarkan data Simfoni PPPA, angka kasus kekerasan kekerasan di Provinsi NTT sepanjang tahun 2021 mencapai 399 pelaporan untuk kasus kekerasan terhadap perempuan, dan 376 pelaporan untuk kasus kekerasan terhadap anak.

“Banyaknya kasus yang terlaporkan dan terungkap, membuat kita selaku pemerintah juga harus bisa memastikan bahwa kualitas sistem pelaporan dan layanan kekerasan bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat yang sudah berani melapor. Sehingga, kita bisa bersama-sama memecah fenomena gunung es ini,” jelas Menteri PPPA.

Menteri PPPA juga turut mengajak para pemangku kepentingan khususnya dinas pengampu urusan perempuan dan anak agar dapat melaporkan kasus kekerasan ke Simfoni PPPA. Melalui pelaporan tersebut, akan digunakan sebagai dasar pemberian Dana Alokasi Non Fisik (DAK Non Fisik) bagi kabupaten terkait.

Lebih lanjut, Menteri PPPA juga mendorong APH untuk menjadikan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai payung hukum dalam penanganan kekerasan perempuan dan anak.

Bupati Sumba Barat Daya, Kornelius Kodi Mete menyampaikan pentingnya menyelesaikan permasalahan perempuan di Kabupaten Sumba Barat Daya, mengingat populasi perempuan yang ada lebih banyak dibandingkan laki-laki. Oleh karenanya dengan mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan perempuan diharapkan mampu memberikan efek berganda yang juga akan berimbas kepada kesehatan dan masa depan anak.

Perwakilan Dinas Pengendalian Penduduk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kabupaten Sumba Barat, Elin menyampaikan upaya yang telah dilakukan Dinas melalui ditetapkannya prosedur penanganan kekerasan. Adapun dalam prosedur tersebut kerjasama telah dilakukan oleh Dinas Sosial, LSM, rumah sakit dan psikoloh mulai dari proses pelaporan hingga penanganan korban.

Sementara itu, Pendeta dari Sumba Timur, Aprianus Meta Djangga Uma menyampaikan bahwa permasalahan perempuan dan anak adalah permasalahan yang tidak dapat dijalankan setengah-setengah, melainkan harus diselesaikan secara bersama.

Pendeta Aprianus menyampaikan upaya Sumba Timur dalam menangani kasus kekerasan dengan diresmikannya rumah aman. Lebih lanjut, pada 18 Oktober 2022, Sinode Gereja Kristen Sumba (Sinode GKS) telah mendeklarasikan sebagai Gereja Rumah Anak yang diharapkan dapat menjadi contoh bagi rumah ibadah di daratan Sumba lainnya.

Bintang Puspayoga meresmikan Pencangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) Desa Pogotena, Kabupaten Sumba Barat Daya. Menteri PPPA menegaskan penyelesaian isu perempuan dan anak perlu dilakukan secara terintegrasi yakni melalui DRPPA yang mencakup 10 capaian indikator.

“Perlu kami sampaikan urgensi dari pencanangan DRPPA ini karena Kementerian kami melihat isu perempuan dan anak adalah isu yang kompleks dan multisektoral. Kebijakan sudah banyak namun realitanya kami melihat penyelesaian isu perempuan dan anak ini masih menyisakan pekerjaan rumah yang besar. Oleh karenanya dibentuklah DRPPA dengan 10 indikator di dalamnya,” tutur Menteri PPPA.

Menteri PPPA menyampaikan, terbentuknya DRPPA menjadi penting dalam mewujudkan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak yang selama ini masih menjadi kelompok rentan.

Salah satu indikator dalam mewujudkan DRPPA adalah dibentuknya Relawan Sahabat Perempuan dan Anak (Relawan SAPA) yang aktif mengawal progres dari indikator DRPPA.

“Untuk mewujudkan DRPPA, desa juga harus memiliki data terpilah perempuan dan anak. Data tersebut menjadi penting agar intervensi program dan kegiatan yang dilakukan bisa tepat sasaran. Selain itu, harus ada peraturan desa yang menjadi dasar kebijakan terbentuknya DRPPA, sehingga diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan anggaran desa untuk mencapai indikator-indikator tersebut,” ungkap Menteri PPPA.

Menteri PPPA juga mendorong pemberdayaan perempuan secara ekonomi melalui pengembangan wirausaha perempuan di sektor UMKM bagi perempuan kepala keluarga, perempuan penyintas kekerasan dan perempuan terdampak bencana.

Lebih lanjut, Menteri PPPA meminta pemerintah daerah, Relawan SAPA dan masyarakat untuk menyudahi praktik kekerasan terhadap perempuan dan anak, perkawinan anak dan pekerja anak.

 Bupati Sumba Barat Daya, Kornelius Kodi Mete menyambut baik dibentuknya DRPPA karena searah dengan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa pada tujuan ke-5, yakni mewujudkan desa yang berkesetaraan gender.

 “DRPPA juga sejalan dengan upaya Kabupaten Sumba Barat Daya dalam mewujudkan program 7 Jembatan Emas. Tujuh jembatan emas itu, diantaranya: Desa Bercahaya, Desa Berair, Desa Berkecukupan Pangan, Desa Sehat, Desa Cerdas, Desa Tentram, dan Desa Wisata,” jelas Kornelius.

Ketua Forum Anak Desa Pogotena, Fredi berharap dukungan dari pemerintah daerah setempat dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dan program Forum Anak yang menjadi salah satu indikator dalam DRPPA.

Adapun 10 indikator capaian DRPPA, yakni; (1) adanya pengorganisasian perempuan dan anak di desa, (2) tersedianya data desa yang memuat data pilah tentang perempuan dan anak; (3) tersedianya Peraturan Desa (Perdes) tentang DRPPA; (4) tersedianya pembiayaan dari keuangan desa dan pendayagunaan aset desa untuk mewujudkan DRPPA melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di desa; (5) keterwakilan perempuan di Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Musyawarah Desa, lembaga adat desa, dan Badan Usaha Milik Desa; (6) mendorong perempuan wirausaha di desa, utamanya perempuan kepala keluarga, penyintas bencana dan penyintas kekerasan; (7) terwujudnya sistem pengasuhan berbasis hak anak untuk memastikan semua anak ada yang mengasuh baik oleh orang tua kandung, orang tua pengganti maupun pengasuhan berbasis masyarakat melalui pembiayaan dari desa; (8) tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) dan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO); (9) tidak ada pekerja anak; dan (10) tidak ada perkawinan usia anak.

TIm Schoolmedia

Artikel Selanjutnya
123.000 Mahasiswa Dari 2600 Kampus di Indonesia Telah Magang di Industri
Artikel Sebelumnya
Tips Menjaga Tubuh Tetap Sehat dan Bugar Selama Cuaca Buruk

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar