Cari

RAN UU PKDRT Perlu Ditetapkan, Selama Pandemi Laporan Kekerasan Naik 60%

 

Schoolmedia News Jakarta ---  UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang disahkan tanggal 22 September 2004 silam, saat ini sudah berumur 18 tahun dan telah digunakan sebagai payung hukum penyelesaian kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Namun demikian, beberapa Kementrian dan Lembaga (K/L) terkait sepakat untuk menyusun Rancangan Aksi Narional (RAN) atau Strategi Nasional (STRANAS) mengenai implementasi UU PKDRT, melihat masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan. 

“RAN UU PKDRT perlu ditetapkan, melihat angka laporan atau pengaduan kekerasan dari data Komnas Perempuan itu naik sekitar 60 persen, terlebih saat pandemi,” ungkap Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan, dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK Roos Diana Iskandar saat memimpin rapat Hasil Kajian Kerjasama Kemenko PMK dengan FES dan Rifka Annisa terkait penyususan RAN dan STRANAS PKDRT secara virtual, selasa (19/4).

Roos menambahkan, rapat kajian hari ini adalah kelanjutan dari kajian yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai implementasi UU PKDRT yang saat ini ingin diajukan kajian selanjutnya dengan menyusun RAN ataupun STRANAS PKDRT dengan meminta rekomendasi dari FES dan Rifka Annisa.

“Mengingat proses penyusunan RAN merupakan sebuah pekerjaan yang melibatkan banyak pihak dan karena kita semua sama-sama menyadari RAN PKDRT ini sesuatu yang penting dan strategis, karena sejak disahkannya tahun 2004 belum ada RAN PKDRT,” tambahnya.

Sementara itu, Defirentia One dari FES menyebut, kebutuhan penyusunan RAN selama ini lebih efektif dibanding STRANAS. Ia menilai terdapat beberapa kendala dalam menurunkan STRANAS ke level daerah. Karena masing-masing daerah memiliki wewenang ataupun persepsi yang berbeda-beda.

“Kenapa betuknya ran, itu nanti agar terimplementasikan sampai daerah RAD dan sebagainya itu garis sistematika nya lebih mudah terkoordinasikan. Kalau PKDRT ini bisa sampai membumi dan sampai bisa konkrit RAD nya bisa kita masukkan ke RAN. Sejauh ini opsi kami masih tetap RAN,” kata One.

One melanjutkan, tekait dengan strategi dan konsepnya, pihaknya sudah berdiskusi mengenai beberapa contoh RAN. Pada prinsipnya, untuk konsep umum tetap bisa mengacu pada RAN yang sudah ada. Menurutnya yang terpenting adalah menentukan isu startegisnya.

“Jadi meskipun dari kajian awal sudah menentukan beberapa rekomendasi terkait apa yang perlu di follow up di PKDRT. Tapi kita juga perlu lebih mengkonkritkan RAN ini apakah akan kita buat general, karena sejak awal belum ada RAN,” ujarnya.

Adapun jika strategi dan konsep RAN dibuat general, aspek yang mengikuti nantinya dinilai bisa lebih komprehensif. Misalnya, RAN-nya mencangkup kekerasan dalam rumah tangga, aspek yang nanti akan dimasukkan mulai dari hulu sampai hilir yakni dari pencegahan, penanganan sampai dengan pemulihan.

“Selain itu juga, aspek penting yang dilakukan adalah pendekatan yang kita lakukan. Harus ada pelibatan dengan K/L. Ketika kita menyusun RAN, pasti ada working group. Kalau bisa sejak awal disusun secara lebih partisipatif, mulai dari pemerintah dan non pemerintah, akademisi dan kawan-kawan yang punya concern di isu ini,” jelas One.

Artikel Selanjutnya
Universitas Islam Internasional Indonesia Jadi Rujukan Peradaban Islam Dunia
Artikel Sebelumnya
Keberhasilan Bidang Maritim Vokasi Tingkatkan Pemulihan Ekonomi Pascapandemi

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar